FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Kesemrawutan kawasan perkotaan akibat kemacetan, khususnya di kota-kota besar di Indonesia, kini telah menjadi problem tersendiri dengan efek multidimensi.
Kemacetan berkontribusi memperlambat aktivitas ekonomi, meningkatkan beban biaya di jalanan, menurunkan produktivitas kerja, meningkatkan angka polusi udara, dan mempertajam kerawanan sosial. Belum lagi stres bagi pengguna jalan.
Beberapa langkah yang dilakukan pemerintah seperti menyiapkan transportasi umum massal seperti Busway atau Teman Bus di Makassar masih butuh waktu untuk melihat efektivitasnya. Sebab, soal penggunaan transportasi massal dibutuhkan perubahan perilaku masyarakat pengguna transportasi.
Dengan demikian, dibutuhkan intervensi berupa kebijakan yang langsung berdampak pada masyarakat dan memaksakan warga kota berkontribusi melahirkan iklim transportasi yang sehat, tertib, nyaman, dan bebas dari kemacetan parah. Salah satu yang dianggap tepat adalah dengan pemberlakuan skema Ganjil Genap Kendaraan Kerja (GGKK).
Konsep ini ditawarkan Pakar Transportasi Publik sekaligus Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof Dr Lambang Basri. Suami dari Dr Ir Nuaeni ini menyebut, skema ganjil genap adalah alternatif mengatasi persoalan kemacetan kawasan perkotaan. Pola ini telah diberlakukan di beberapa kota besar di dunia dan hasilnya sangat efektif.
Hanya saja, ayah tiga anak ini menyebut, konsep yang ditawarkan berbeda dengan ganjil genap yang diberlakukan di DKI Jakarta.
"Di Jakarta itu yang diatur hanya ruas jalan tertentu diberlakukan ganjil genap, ini adalah kelemahannya karena akan menimbulkan kemacetan lain di ruas jalan sekitarnya," jelasnya di sela-sela gladi persiapannya untuk pengukuhan jabatan guru besar yang akan digelar pada Senin, 24 Oktober.
Menurutnya, skema GGKK menyasar semua ruas jalan wilayah perkotaan. Dengan demikian, dipastikan volume kendaraan khususnya kendaraan roda empat akan berkurang signifikan karena adanya pengaturan ganjil genal. Meskipun pembatasan hanya bagi kendaraan roda empat milik pegawai kantoran. Baik PNS, BUMN, maupun pegawai swasta.
"Saat ini, di Kota Makassar sekira 82 persen pekerja menggunakan kendaraan pribadi. Itu dari total 1,46 juta kendaraan bermotor di kota ini. Khusus roda empat jumlahnya di kisaran 0,24 juta unit. Jika skema GGKK diberlakukan akan sangat membantu mengurai kemacetan," ungkapnya.
Prof Lambang juga menegaskan, banyak dampak positif jika skema GGKK ini diberlakukan di Makassar. Mulai dari pengurangan biaya akibat kemacetan dari konsumsi BBM yang ditaksir hingga Rp3 miliar per hari.
Kemudian, polusi udara akan berkurang, mendorong efektivitas transportasi massal seperti Teman Bus, dan perkantoran tidak perlu disesaki dengan kendaraan pegawaianya yang membutuhkan lahan parkir yang luas.
"Kita juga tidak akan melihat lagi ada mobil parkir di jalanan depan kantornya, karena area parkir sudah penuh. Di mana tidak hanya mengambil space ruas jalan, tetapi menjadi pemicu kemacetan baru. Ingat, dari sisi ilmu transportasi, satu mobil parkir di pinggir bahu itu mengganggu arus lalu lintas minimal 100 meter," urainya. (arm/fajar)