FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Pekerja dan pengusaha mulai resah. Tak lama lagi, Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 akan ditetapkan.
Pengusaha berharap tak ada kenaikan, atau pun jika naik, tak tinggi. Sebaliknya, pekerja berekspektasi kenaikan lebih tinggi, lantaran tahun lalu nyaris tak ada kenaikan.
Pembahasan sedang berlangsung. November nanti, UMP 2023 akan ditetapkan. Di tengah ketidakstabilan ekonomi imbas kenaikan BBM, pemerintah masih meraba-raba besaran kenaikannya.
Pascapandemi Covid-19 melanda, masing-masing pihak merasa terdampak. Baik pengusaha, maupun buruh. Nah, dilema mencuat di sini. Jalan tengah mesti ditemukan agar tidak ada pihak dirugikan.
Organisasi buruh kukuh berpendapat UMP harus naik. Kenaikannya minimal 13 persen. Diketahui UMP Sulsel tahun ini bernilai Rp3.165.876.
Sementara, angka itu hanya naik Rp876 jika dibandingkan tahun lalu. Olehnya, sudah saatnya pekerja memperoleh kenaikan upah pada 2023. Formulasi 13 persen itu mereka sepakati karena nilai inflasi yang tinggi di masyarakat akibat kenaikan harga BBM subsidi.
Daya beli buruh terjun bebas saat ini. Dalam catatan buruh, kini inflasi di kisaran 6-7 persen. Nilai pertumbuhan ekonomi berkisar 7 persen. Variabel yang digunakan pemerintah untuk menaikkan UMP ialah PP No 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
"Karena inflasi tinggi, lalu upah buruh tidak dinaikkan, maka dampak yang terjadi ialah karyawan ini berada pada posisi daya beli yang sangat lemah," tutur Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sulsel Fadli Yusuf, pekan lalu.