Komunitas Konsumen Indonesia Somasi BPOM, Diduga Melakukan Pembohongan Publik dan Maladministrasi

  • Bagikan
Ilustrasi BPOM

Dia mengatakan, setelah kasus gagal ginjal merebak terhadap produk-produk yang telah diregistrasi dan dilakukan uji laboratorium oleh BPOM RI, ditemukan zat pelarut tambahan yang mengandung EG dan DEG, jadi sangat jelas bahwa BPOM telah kecolongan.

KKI juga menyoroti pernyataan BPOM RI dalam point 7 rilisnya yang meminta semua industri farmasi yang memiliki sirup obat berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG, untuk melaporkan hasil pengujian secara mandiri dan melakukan upaya mengganti formula obat dan/atau bahan baku adalah bentuk Maladministrasi.

Hal ini kata dia, jelas sekali BPOM tidak melakukan post-market control secara aktif dengan melakukan pengujian obat secara berkala bahkan sejak registrasi pengujian obat diberikan kepada perusahaan farmasi.

“Ini membingungkan, padahal BPOM RI memiliki kewenangan pengawasan obat dan makanan sehingga tindakan BPOM RI untuk melimpahkan post-market control kepada perusahaan farmasi adalah keliru dan tidak sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), yaitu Asas Kepastian Hukum dan Asas Profesionalitas karena pengujian produk sirup obat sebagai sediaan farmasi merupakan kompetensi atau kewenangan mutlak dari BPOM RI,” jelasnya.

Selanjutnya, tindakan BPOM RI menerbitkan Lampiran I Penjelasan BPOM RI Nomor HM.01.1.2.10.22.172 tertanggal 22 Oktober 2022 Tentang Informasi Kelima Hasil Pengawasan BPOM Terkait Sirup Obat yang Tidak Menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol diduga tidak berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan produsen maupun BPOM setelah merebaknya kasus gagal ginjal akut, namun hanya didasarkan registrasi obat yang telah dilakukan sebelumnya.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan