Isu PHK Masif di Industri Garmen Tekstil, Sri Mulyani Mengaku Memantau

  • Bagikan
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan gejolak harga pangan dan energi kemudian mendorong terjadinya inflasi tinggi. Bahkan, sifatnya akan lebih permanen hingga 2024. (YouTube Sekretariat Presiden)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengaku memantau isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang masif di industri garmen tekstil dan dampaknya ke perekonomian.

Bendahara negara mengaku sedang melakukan pemantauan bersama dengan Kementerian/Lembaga (K/L) lainnya. "Kami akan monitor fenomena PHK tersebut secara spesifik bersama K/L yang lain," kata Menkeu Sri Mulyani dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.

Menurut Sri Mulyani, sebetulnya sektor tekstil masih menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, bahkan memberikan kontribusi terhadap kinerja ekspor.

Dia membeberkan ekspor pakaian jadi dan aksesoris dengan kode HS61 masih tumbuh pada September 2022 sebesar 19,4 persen, diikuti ekspor pakaian jadi dan aksesoris non-rajutan dengan kode HS62 yang juga tumbuh 37,5 persen.

Selain itu, ekspor produk tekstil lainnya seperti alas kaki dengan kode HS64 juga masih tumbuh 41,1 persen pada periode sama, yang menandakan produksi di industri garmen tekstil tidak mengalami gangguan berarti.

"Kami juga terus mendorong LPEI sebagai SMV Kemenkeu untuk mendorong diversifikasi destinasi ekspor. Di sisi lain terus melihat kemampuan untuk menjaga risiko dari perlambatan ekonomi negara maju," kata Sri Mulyani.

Oleh karena itu, eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menduga yang terjadi adalah perusahaan melakukan realokasi pabrik seiring dengan membaiknya kondisi infrastruktur di tempat lain di Indonesia.

Atau, kata Sri Mulyani, karena pengusaha ingin mencari kawasan dengan upah buruh yang lebih baik.

"Dengan infrastruktur yang makin baik dan terhubung, maka terjadi realokasi pabrik untuk mencari kondisi yang relatif kondusif dari upah. Kami akan perhatikan detail fenomena realokasi posisi manufaktur Indonesia, dari daerah yang upahnya tinggi ke rendah," katanya.

Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat (PPPTJB) sebelumnya menyatakan akan terjadi dampak negatif dari konflik geopolitik di Ukraina, salah satunya adalah PHK yang masif dan penutupan pabrik garmen tekstil.

PPPTJB mencatat dari 124 perusahaan di Jawa Barat, terdapat 64.165 pekerja yang sudah menjadi korban PHK, serta 18 perusahaan terpaksa ditutup karena tidak mampu lagi bertahan di tengah situasi sulit tersebut. (ant/jpnn/fajar)

Disclaimer: Artikel ini merupakan kerjasama antara FAJAR.CO.ID dengan JPNN.COM. Segala hal yang terkait dengan artikel ini adalah sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari JPNN.COM.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan