Pernyataan itu dianggap sebagai propaganda untuk mendiskreditkan Anies dengan mengasosiasikannya sebagai figur politik identitas. Atau perilaku yang berkaitan dengan politik identitas karena memang pendukung Anies adalah komunitas muslim garis keras.
"Jadi itulah yang coba ditonjolkan sebagai bentuk propaganda untuk menciptakan ketakutan di masyarakat untuk memilih Anies," urai Ali.
Pernyataan itu juga menjadi sinyal bagi kelompok koalisi Nasdem bahwa KIB tidak akan mengusung figur yang sama. Mereka juga menjadikan momen untuk menciptakan polarisasi politik bahwa mereka tidak suka dengan yang terjadi pada 2019.
Juga sekaligus kode bahwa KIB akan memilih kandidat yang tidak punya sejarah identitas politik. Siapa itu? Yang tersedia sekarang hanya tiga figur capes: Anies, Prabowo, dan Ganjar.
Sementara Anies dan Prabowo sama-sama punya riwayat identitas. "Jadi kalau kita lihat, kalau bukan dua ini, siapa lagi? Pasti Ganjar," jelas Ali.
Hal ini juga menjadi bargaining untuk dua partai lain yang disebut segera bergabung ke KIB. Jika itu terjadi, maka kemungkinan hanya dua atau tiga paket saja yang bertarung di Pilpres 2024.
Sekarang yang belum jelas arahnya tersisa PDIP. Sehingga bisa saja yang dimaksud partai yang akan bergabung itu adalah PDIP.
"Tapi, kita juga belum tahu apakah KIB yang bergabung ke PDIP atau sebaliknya. Karena Mega (Megawati Sukarnoputri) masih mempertahankan gengsinya. Selama ini, ia yang selalu menjadi inisiator dalam proses-proses seperti itu," katanya.
"Nah sekarang kalau mereka (PDIP) bergabung ke KIB, maka memang agar tidak malu, ya, harus bergabung dulu baru diumumkan capresnya. Kalau diumumkan baru gabung, maka itu aib bagi Mega," pungkas Ali.