Anggap Batasi Kebebasan Pers, Majelis Etik AJI Makassar Usul Kerja Jurnalistik Dikecualikan dalam UU PDP

  • Bagikan
Majelis etik AJI Makassar, Nurdin Amir.

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar Nurdin Amir, menyebut saat ini masih ada beberapa aturan yang membatasi kebebasan pers.

Salah satunya kata dia, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Menurutnya, regulasi yang telah ditandatangani Jokowi pada 17 Oktober lalu, terdapat beberapa pasal yang berpotensi melanggar hak informasi publik.

“UU PDP sangat berbahaya dalam kerja-kerja kita (jurnalistik),” ungkap Mantan Ketua Aji Kota Makassar itu, saat menjadi pembicara dalam diskusi yang diadakan LPMH di Fakultas Hukum Unhas, Jumat (12/11/2022).

Pria yang karib disapa Nuru ini merinci, pasal dimaksud yakni pada pasal 65 ayat 2, pasal 64 ayat 4 dan pasal 4 ayat 2.

Walaupun UU Nomor 17 tentang PDP ini telah digodok sejak 2012 silam, Nuru bilang masih terkesan terburu-buru. Selain itu, dalam prosesnya juga tidak melibatkan elemen masyarakat.

“Makanya kemudian kami AJI bersama koalisi masyarakat sipil, sebelum disahkan sebenarnya menganggap (UU PDP) tidak mempertimbangkan aturan lain. Seharusnya disingkronisasi supaya tidak ada timpang tindih aturan.”

Maka dari itu, Nuru mengusulkan, agar dalam penerapannya UU PDP ini bisa mengecualikan wartawan dalam menjalankan kerja kejurnalistikannya.

“Kerja jurnalistik dikecualikan dalam UU PDP. Sepanjang kerja jurnalistik itu sesuai dengan prosedur,” terangnya.

Bukan hanya UU PDP, sebenarnya kata Nuru, beberapa regulasi yang sebelumnya ada telah mengangkangi kebebasan pers. Ia menyebut UU ITE.

“UU ITE itu yang banyak menjerat masyarakat kita, baik jurnalis, aktivis maupun masyarakat sipil,” ujarnya.

Sementara UU ITE masih menjadi ancaman, Nuru bilang Rancangan Undang-Undang (RUH) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini masih dibahas menjadi momok baru.

“UU ITE sampai hari ini pun jadi perjuangan kawan-kawan agar beberapa pasal itu dihapus, karena sarat kepentingan politik.”

“Belum lagi yang akan disahkan RUU KUHP yang sarat kepentingan politik. Kami melihat sangat mengancam kebebasan pers. Terkhusus soal pasal penghinaan kepala negara,” sambungnya. (Arya/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan