FAJAR.CO.ID, MAKASSAR - Pernyataan Presiden selanjutnya masih orang Jawa oleh Menko Bidang Kemaritiman Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, kembali ramai diperbincangkan.
Founder lembaga survei Cyrus Network, Hasan Nasbi dalam diskusi Memilih Damai, Masihkah berlaku The Iron Law Of Indonesia Politics "Jawa Adalah Kunci pada Pemilu 2024", di Aula Prof. Syukur Abdullah FISIP Unhas, Senin (14/11/2022) mematahkan dugaan Presiden Indonesia pada Pilpres 2024 mendatang, dari Suku Jawa.
Menurut Konsultan Politik itu, pemikiran politik Jawa memang ada. Namun, tidak menjadi dasar teori Presiden RI harus orang jawa.
"Pemikiran politik jawa itu ada. Menurut saya ini hanyalah sebuah istilah. Tidak bisa di klasifikasikan sebagai teori. Walaupun kenyataannya masih berlaku," ujar Hasan,
Meskipun memang benar pada Pilpres belakangan ini selalu dimenangkan suku Jawa. Namun, hal tersebut perlu diukur dari beberapa penyajian konteks, seperti lembaga survey.
"Pemilu kitakan baru 4 kali. Kalau bicara dalam konteks Jawa, mungkin kita harus memasangi dalam beberapa penyajian. Kalau jawa dalam konteks sebuah pulau, itu soal lembaga survey. Memang kalau membagi komposisi survey," lanjutnya.
Hasan menambahkan, hampir 60 persen penduduk indonesia terdiam di pulau jawa, 20 persen Sumatra, dan pulau-pulau lainnya, dan 20 persen lagi digabungkan Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Bali dan Papua itu semua hanya 20 persen. Jadi jika digabung Jawa Barat plus Jakarta, itu lebih besar dari pada indonesia timur.
Sehingga, dalam konteks tersebut, peneliti Pusat Kajian Politik UI itu mengatakan bicara politik elektoral, Jawa sebagai pulau seperti dalam satu kolam yang ikannya banyak.
"Dalam konteks itu, orang pertama kali berpikir pada politik elektoral itu, memancing ikan di kolam. Karena kepadatan dan populasi orang disana (Jawa)," jelasnya.
Sementara, jika dilihat dalam konteks teknis dan kultur, The Iron Law Of Indonesia Politics justru berbeda.
"Nah kalau kita berbicara dalam konteks teknis dan kultur itu hal yang berbeda. Jadi memang kita melalui 4 kali pemilu tidak bisa menjadikan data statistik. Bahwa ini adalah the iron law of indonesia politics. Jadi tidak bisa dikatakan dengan rumus itu. Karena bukan Jawa kemudian tidak menang," tandasnya.
Menurut Hasan Nasbi, dugaan The Iron Law Of Indonesia Politics terlalu cepat disimpulkan. Apalagi, kata dia masalah didalam politik adalah orang berpikir praktis jangka pendek.
"Menurut saya terlalu cepat dikatakan begitu. Masalah di dalam politik adalah orang berpikir praktis jangka pendek. Dari pada kita habis tenaga, habis uang, jadi kita menyerah saja dengan faktor ini. Kalaupun maju kita jadi nomor dua saja," lanjutnya.
Lebih lanjut, Founder lembaga survei Cyrus Network itu mengungkapkan dugaan ini, bisa dipatahkan jika ada orang non jawa maju dalam Capres 2024 mendatang.
"Menurut saya ke depan, kalau ini ingin di tumbangkan teori itu, harus ada yang berani coba. Karena kalau tidak ada yang berani coba, maka teori ini akan betulan terjadi. Karena kita tidak berani mematahkan itu," pungkas dia.
(Muhsin/fajar)