"Ada 6 juta pemilih muda yang cenderung antistatus quo (UMNO, Mahathir); warga Malaysia jenuh dengan Barnas; UMNO Mahathir. Sementara warga pedesaan dan Melayu lebih memilih partai Islam sehingga memunculkan 'tsunami hijau'. Nah, di sini dapat dilihat bahwa publik mulai beralih ke oposisi yang cenderung punya kedekatan platform nasionalis Melayu," kata Meganingratna, Senin, 21 November.
Meski begitu, Raja Sultan Abdullah memiliki peran seremonial dan hak menentukan nama PM yang diyakini mendapatkan dukungan mayoritas. Alhasil, kemarin nama-nama calon PM sudah dikirimkan beberapa koalisi yang memenangkan pemilu.
Soal sosok yang akan menjadi PM, Meganingratna masih sulit memilih karena PN (73 kursi) dan PH (83 kursi) yang juga saling klaim mampu merangkul koalisi dari UMNO. Padahal UMNO membantah. Yang akan menentukan ialah mereka yang mampu merangkul GPS (Gabungan Parti Sarawak), GRS (Gabungan Rakyat Sabah), dan Partai Islam se-Malaysia (PAS).
"Hard to say. Tetapi yang mampu melakukan, so far cenderung mengarah ke Perikatan Nasional (PN) pimpinan Muhyiddin Yassin. Jadi kemungkinan mengarah ke Muhyiddin Yasin sebagai PM; probabilitasnya," ungkapnya.
Peran BN
Sebenarnya, Barisan Nasional (BN atau Barnas) dengan 30 kursi bisa memainkan peran kunci. Sayang, koalisi itu juga pecah suara. Ada yang ingin ke MY, ada pula menyeberang ke MI.
"Maka terpecah juga internal partainya. Sementara, sudah 10 anggota parlemen yang terpilih dari 30 itu, yang sudah menyatakan mendukung MY dari PN," terang Nasrullah Mappatang, analis politik dan pemerintahan Malaysia dan Asia Tenggara.