Survei Membuktikan di Mata Pemilih, Tokoh Politik Agamawan Juga Koruptor

  • Bagikan
ilustrasi-harun-masiku

“Tidak ada satu pun partai yang dinilai mayoritas bersih dari korupsi,” lanjut Saiful.

Saiful menyatakan, ini merupakan tantangan bagi partai politik di mata masyarakat. Dalam beberapa kasus, jelasnya, kalau eksposure kasus korupsi ke masayarakat kuat, itu bisa menghancurkan partai politik.

Saiful mencontohkan, Partai Demokrat dalam skandal Hambalang di mana Bendahara dan Ketua Umum partai terlibat, itu meruntuhkan Partai Demokrat. Pada 2009, partai ini menjadi partai pemenang Pemilu dengan 20 persen suara, turun menjadi partai nomor 4 dengan perolehan 10 persen di Pemilu 2014.

Di mata masyarakat, kata Saiful. Semua partai tidak bersih. Tapi ketika ketidakbersihan itu ekstrim dan tersosialisasi secara kuat pada masyarakat, itu bisa berpengaruh sangat besar dan partai bisa benar-benar jatuh.

Karena itu, lanjut Saiful, ini adalah peringatan atau warning. Namun, walaupun sekitar 70 persen menganggap partai-partai politik tidak bersih, tapi tingkat partisipasi publik dalam pemilihan umum juga sekitar 70 persen.

"Ini mungkin menunjukkan sikap ketidakpedulian warga: mereka tetap memilih walaupun yang dipilih tidak bersih. Faktor warga memilih mungkin juga bukan semata bersih dan tidak bersih, tapi hal lain," bebernya.

Saiful menambahkan, data ini menunjukkan kontradiksi. Satu sisi partai-partai dinilai dekat dengan rakyat, tapi tidak bersih. Artinya kedekatan dengan rakyat itu bermuatan tidak bersih.

“Itulah kualitas dari elite kita di mata pemilih. Itu menjadi tantangan yang sangat penting. Jangan sampai hal tersebut menghancurkan keberadaan partai-partai politik. Dan kita punya pengalaman bagaimana kasus korupsi bisa menghancurkan partai politik,” tandasnya.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan