Oleh: Ika Rini Puspita
(Pemerhati Sosial Politik, Pegiat Literasi)
Perkembangan zaman semakin hari kian meningkat. Era banjir informasi hari ini ditandai dengan maraknya media sosial. Informasi begitu mudah kita dapatkan, siapa saja bisa menjadi pembuat berita atau pemberi informasi. Termasuk berita mengenai perpolitikan, ekonomi, pendidikan, sosial dan agama (Islam).
Setiap kali menjelang pemilu pun perbincangan mengenai keberislaman kian memuncak. Ini sangat positif dan patut untuk diapresiasi lebih. Tapi pertanyaannya, apakah keberislaman hanya meningkat diperayaan-perayaan atau hari-hari tertentu saja?
Misal, baru-baru ini ibu Puan Unggah Fotonya yang Berhijab, Warganet: Tanda-tanda Mendekati Ramadan (Fajar.co.id, 8/12/22). Ini tanda mendekati Ramadan atau karena mendekati pemilu? Komentar lain, contoh politik identitas, semoga istiqomah, makin cantik dan lain-lain.
Bisa jadi meningkat karena ada sesuatu, bukannya selalu berburuk sangka (tapi karena kita cinta dengan negeri ini, kita hanya menginginkan yang terbaik). Suara umat muslim seringkali dimanfaatkan (diperebutkan) untuk memenangkan setiap pemilu yang berlangsung. Ini bukan tanpa alasan, karena Indonesia berpenduduk mayoritas muslim. Maka, menginginkan kemenangan tentunya juga harus mengambil hati kaum muslim agar simpati. Ibarat seorang lelaki yang suka kepada lawan jenisnya ia rela melakukan apapun agar si cewek mau menerima dia apa adanya.
Politisasi Islam yaitu menjadikan Islam sebagai alat untuk meraih kepentingan politik. Dalam Wikipedia politisasi agama diartikan sebagai tindakan manipulasi pemahaman dan pengetahuan keagamaan atau kepercayaan. Melalui propaganda, indoktrinasi, kampanye, sosialisasi dalam wilayah publik. Diinterpretaskan agar terjadi migrasi pemahaman dan menjadikan seolah-olah pengetahuan keagamaan (kepercayaan). Kemudian dilakukan tekanan untuk mempengaruhi keagamaan dalam upaya memasukkan kepentingan politik. Ringkasnya Islam Ibarat cermin dipakai saat dibutuhkan dan ditanggalkan ketika sudah tidak digunakan lagi.