FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang Hari Raya Natal, pro kontra tentang bolehkah seorang muslim mengucapkan selamat hari natal biasanya menyeruak di ruang-ruang percakapan publik.
Polemik ini sejatinya telah sejak lama disadari oleh tokoh yang dijuluki Bapak Toleransi Indonesia, KH Abdurrahman Wahid atau yang biasa disapa Gus Dur.
Presiden Indonesia yang ke-4 itu semasa hidupnya tak pernah lelah mendengungkan bahwa pondasi utama membangun Indonesia adalah menghargai perbedaan baik suku, ras, maupun agama.
"Saya adalah seorang yang meyakini kebenaran agama saya. Tetapi ini tidak menghalangi saya untuk merasa bersaudara dengan orang yang beragama lain di negeri ini, bahkan dengan sesama umat manusia. Sejak kecil itu saya rasakan, walaupun saya tinggal di lingkungan pondok pesantren, hidup di kalangan keluarga kiai. Tetapi tidak pernah sedetik pun saya merasa berbeda dengan yang lain,"demikian yang pernah diungkapkan Presiden KH Abdurrahman Wahid dalam pidatonya pada acara Perayaan Natal Bersama Tingkat Nasional di Balai Sidang Senayan, Jakarta.
Kala itu Gus Dur membuka pidatonya dengan ucapan assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. Ia sengaja tidak mengucapkan selamat malam, karena kata assalamu'alaikum berarti kedamaian atas kalian.
"Mudah-mudahan kalian diberkati dengan kedamaian," ucapnya membuka pidato di hadapan umat Kristiani.
Kemudian Gus Dur menyerukan dalam malam Natal inilah kita teguhkan kembali kepercayaan kita bahwa kita akan tetap terus sebagai bangsa yang sama walaupun berbeda-beda keyakinan.