Kenali Hostile Take Over, Modus Konvensional Mafia Tambang

  • Bagikan
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Hostile take over merupakan modus konvensional yang banyak dipraktikkan para mafia tambang. Bagaimana cara kerjanya?

Salah satu cara kerja mafia tambang adalah upaya paksa untuk mengambil perseroan pemilik sah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dengan menggunakan proses hukum yang terlihat legal melalui perjanjian-perjanjian yang dibuat.

Dalam catatan Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, model kejahatan yang disebut hostile take over tersebut merupakan modus konvensional yang banyak dilakukan para pelaku mafia tambang dengan tujuan mengambil alih perseroan legal secara murah meriah.

Modus itu pula yang terjadi pada kasus perseteruan PT Asia Pacific Mining Resources (APMR) pemilik saham mayoritas perusahaan nikel PT Citra Lampia Mandiri (CLM) dengan PT Aserra Mineralindo Investama (AMI) d/h PT. Aserra Sejahtera Investama (AMI). Dalam kasus tersebut, proses pengambilalihan paksa CLM didahului proses legal berupa Perjanjian Jual Beli Bersyarat (PJBB) senilai US$28,5 juta yang baru dibayarkan US$ 2juta oleh grup Aserra, kemudian dilanjutkan dengan pertarungan hukum baik melalui RUPS maupun peradilan umum, dan berakhir dengan eksekusi paksa di lapangan dengan bantuan kepolisian.

“Jadi dengan modal kurang dari 10%, AMI mau take over CLM yang memiliki IUP legal tanpa ada itikad untuk membayar sisanya yang US$26,5 juta atau hampir setengah triliun rupiah,” simpul Sugeng.

PJBB CLM Diteken Ketika Holding AMI Pailit

Menjelaskan latar belakang pertikaian APMR Group dengan Aserra Group yang sudah berjalan selama 4 tahun, Thomas Azali, Direktur APMR dan salah satu pemilik saham CLM mengungkapkan, AMI tetap tidak terlihat beritikad melunasi kekurangan bayar mereka yang sebesar US$26,5 juta, walau telah diberikan waktu perpanjangan di tahun 2019.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan