FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Peluang Indonesia menjadi negara maju sangat terbuka lebar, lantaran memiliki komoditas-komoditas hulu yang berguna untuk pengembangan industri hilir di dalam negeri. Komoditas itu diantaranya adalah bauksit, nikel, tembaga hingga batu bara.
Presiden Joko Widodo alias Jokowi lantas memanfaatkan peluang itu dengan menyetop aktivitas ekspor bijih bauksit ke luar negeri dimulai pada Juni 2023 sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Tahun 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS Rofik Hananto mengatakan, langkah presiden menyetop ekspor biji bauksit dan melakukan hilirisasi adalah bagian dari amanat UU Minerba demi menambahkan nilai tambah produk bagi negara.
“Kita tentu sepakat bahwa hilirisasi ini adalah amanat UU Minerba agar terjadi peningkatan nilai tambah produk kita; dan menyetop ekspor adalah baru proses awal saja dari rantai aktivitas hilirisasi,” kata Rofik Hananto saat dihubungi, Selasa (27/12).
Menurut Rofik Hananto, larangan ekspor dan melakukan hilirisasi sangat menguntungkan Indonesia ke depan dan bisa menjadi negara maju, meski hingga kini baru adalah empat smelter yang disiapkan untuk menyerap hasil bauksit sekitar 14 juta ton.
“Ini sebenarnya yang kita tunggu responnya dari pemerintah. Karena dari hasil RDPU Komisi VII DPR RI dengan KADIN, diperkirakan baru ada 4 smelter nanti yang akan dapat menyerap sekitar 14 juta ton bauksit,” ucapnya.
Dikatakan Rofik Hananto, sejauh ini baru 14 juta ton bauksit yang diproduksi dari total 48 juta ton. Artinya, masih sekitar 34 juta ton yang belum diserap dan ini adalah tugas besar pemerintah untuk menyiapkan perusahan-perusahan dalam negeri untuk mengelolanya.