FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Wacana reshuffle kabinet kembali mencuat usai Presiden Joko Widodo memberikan sinyal kemungkinan dilakukan kocok ulang kursi menteri.
Selain itu, berdasarkan hasil survei lembaga Charta Politika, menyatakan lebih dari separuh responden mereka, 61,8 persen dari 1.220, setuju reshuffle kabinet dilakukan.
Reshuffle kabinet kali ini disebut-sebut akan menyasar Menteri dari NasDem disinyalir karena telah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal capres 2024.
Ada tiga menteri dari NasDem di kabinet Indonesia Maju saat ini diantaranya Menkominfo Johnny G Plate, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.
Ketua Umum Konfederasi Nasional Relawan Anies (KoReAn), Muhammad Ramli Rahim menilai, Ketua Umum NasDem Surya Paloh tentu telah memikirkan matang seluruh risiko yang bakal terjadi saat mengusung Anies sebagai capres.
Terlebih lagi, Anies digadang-gadang sebagai antitesa Jokowi.
“NasDem mendukung Anies seperti mengambil risiko. Saya yakin Surya Paloh beserta seluruh jajarannya sudah memikirkan matang apapun risiko ke depan yang bakal terjadi,” kata Ramli kepada fajar.co.id, Selasa (27/12/2022).
Termasuk kata dia, ketika NasDem sedang ancang-ancang membentuk koalisi perubahan yang didalamnya terdapat partai oposisi pemerintah saat ini yakni PKS dan Demokrat.
“Dalam setiap keputusan selalu ada konsekuensinya. Reshuffle itu salah satu konsekuensinya,” tambah Ramli.
Meski demikian kata dia, Jokowi tentu tak ingin gegabah dan masih menghitung untung ruginya apabila NasDem didepak dari kabinet.
Menurutnya, keberadaan NasDem di koalisi adalah untuk mendukung Jokowi, bukan presiden setelah Jokowi. Jadi tidak ada hubungannya antara koalisi Jokowi 2019-2024 dengan koalisi 2024 ke depan. Itu sesuatu hal yang berbeda.
Namun lanjut Mantan Ketua Umum IGI ini, jika melihat ke belakang, hampir tidak ada presiden yang mengurusi calon presiden berikutnya.
Baru kali ini kata Ramli, ada presiden yang kelihatannya cukup repot mengurus calon presiden selanjutnya.
Lebih lanjut, selama menjabat hampir 10 tahun, Jokowi melakukan reshuffle bukan berdasarkan parameter kinerja. Jadi orang diberhentikan bukan karena kinerjanya.
Misalnya Anies Baswedan yang diberhentikan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Ramli menyebut, berdasarkan presepsi publik, Anies selalu berada di tiga besar. Perencanaannya berjalan baik begitu pun penataannya dinilai bagus.
Saat itu Ramli menjabat sebagai Ketua Ikatan Guru Indonesia, baik guru, praktisi pendidikan, akademisi semua mengatakan kinerja Anies tidak bermasalah.
“Jadi menurut saya Anies kena reshuffle bukan karena kinerjanya buruk. Malah ada menteri yang kinerjanya tidak jelas tapi tetap dipertahankan. Jadi reshuffle selama Jokowi tidak berkaitan dengan kinerja, tapi murni politik. Kecuali karena menterinya tersangkut kasus hukum. Itu kan persoalan integritas, bukan kinerja,” tandas MRR-akronim namanya.
Diketahui, Jokowi telah melakukan reshuffle sebanyak tujuh kali selama hampir 10 tahun menjabat presiden.
Periode pertama sebanyak empat kali reshuffle dan periode kedua tiga kali reshuffle. (selfi/fajar)