FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang baru-baru ini diterbitkan menuai kontroversi.
Pasalnya berdasarkan Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 MK menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat karena cacat secara formil.
Anggota DPR RI Mulyanto mengatakan, keputusan MK itu sebetulnya untuk memperbaiki UU.
“MK memberikan kesempatan kepada pembentuk UU untuk memperbaiki UU tentang Ciptaker berdasarkan tata cara pembentukan UU yang memenuhi cara dan metode yang pasti, baku, dan standar di dalam membentuk UU omnibus law dan sesuai dengan asas-asas pembentukan UU yang baik,” ucapnya dalam unggahannya, Minggu, (1/1/2023).
Dia mengatakan, MK memahami perlu mengakselerasi investasi dan memperluas lapangan kerja.
Namun kata Politisi PKS ini, bukan berarti pemerintah dapat mengesampingkan tata cara atau pedoman baku, dalam meneguhkan prinsip negara hukum demokratis yang konstitusional.
“Padahal isi Perppu kompleks dengan tebal lebih dari seribu halaman. Tidak perlu dibahas. DPR cukup ‘setuju’ atau ‘tidak’. Simplifikasi dan sradak-sruduk, grusa-grusu,” tambah Pak Mul sapaannya.
Diketahui, dengan putusan MK sebelumnya, pemerintah diberikan jangka waktu paling lama dua tahun untuk melakukan perbaikan sejak putusan diucapkan pada 25 November lalu.
Sehingga, undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali.