FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Sikap Pemerintah yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, mendapat reaksi keras dari politisi Partai Demokrat.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Santoso menyatakan, pemerintah seharusnya tidak memasukkan pasal-pasal yang dianggap bersamalah pada Undang-Undang Cipta Kerja ke dalam Perppu.
Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Cipta Kerja melanggar konstitusi. Sehingga perlu adanya perbaikan, dengan tenggat waktu selama dua tahun.
“Khusus pada Perppu yang diterbitkan pemerintah sebagai pengganti UU Cipta Kerja Omnibus Law yang dibatalkan oleh MK, itu isinya jangan lagi berisikan pada pasal-pasal yang bertentangan dengan UUD 1945 dan kehendak rakyat. Kehendak rakyat di sini harus menjadi perhatian Pemerintah, karena pembatalan UU Ciptaker yang diputuskan oleh MK hanya berdasar pada prosedur pembuatan UU-nya saja, yakni pada syarat formil,” kata Santoso kepada JawaPos.com, Senin (2/1).
Santoso meyakini, seharusnya Pemerintah dengan sadar mengerti pasal-pasal yang berkehendak kepada rakyat. Namun kewenangan yang dimiliki pemerintah dalam menerbitkan Perppu seharusnya tidak mengebiri hak-hak rakyat.
“Jangan Perppu itu melahirkan oligarki baru dan kewenangan yang absolut bagi pemerintah untuk berbuat sesuatu atas nama pertumbuhan ekonomi, namun mengabaikan hak-hak rakyat pemilik negeri ini,” papar Santoso.
Legislator Demokrat dapil Jakarta III ini mengutarakan, jika Perppu Cipta Kerja akan diundangkan menjadi Undang-Undang, maka presiden harus mendapatkan persetujuan dari DPR. Dia memandang, mendapatkan persetujuan dari DPR pada tahun politik dirasa merupakan hal yang sulit.