FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari soal kemungkinan Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan UU Pemilu untuk meminta mekanisme pemilihan calon anggota legislatif (caleg) diubah dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup menuai sorotan.
Salah satu sorotan datang dari anggota Komisi II DPR RI Riyanta meminta Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk fokus kepada Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)-nya saja.
Dia juga meminta agar sebelum menyampaikan opini atau pernyataan, dipertimbangkan dahulu dampak baik dan buruknya terhadap stabilitas hukum, politik, sosial, keamanan.
“Dinamika politik menjelang dilaksanakannya Pemilu serentak pada tanggal 14 Februari 2024 meningkat. Hal ini lumrah dalam sistem negara demokrasi. Namun sesuai dengan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa ‘Negara Indonesia adalah negara hukum’. Maka dinamika politik harus sesuai dengan hukum yang sudah disepakati oleh bangsa Indonesia," ungkap Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu dalam keterangannya, Senin (2/1/2023).
MK sebelumnya melalui Putusan No. 22-24 / PUU-VI / 2008, telah memberikan keputusan yang menjadi acuan bagi DPR RI bersama pemerintah untuk membuat dan menerapkan Sistem Pemilu Terbuka pada pemilu 2009 sampai dengan pemilu 2019.
Dalam hal ini MK telah memutuskan bahwa melalui sistem pemilu yang konstitusional adalah Sistem Pemilu Terbuka. Dan Putusan ini sudah final.
Sehingga menjadi acuan bagi DPR RI bersama pemerintah untuk membuat dan menerapkan Sistem Pemilu Terbuka pada pemilu 2009 sampai dengan pemilu 2019 lalu.