FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Fahri Bachmid menyatakan Perppu Cipta Kerja dinilai tidak berlandasakan pada moralitas konstitusional. Hal itu menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
menuai polemik.
“Hakikatnya pembentukan undang-undang itu wajib berpijak pada moralitas konstitusional yang berada dalam UUD 1945 itu sendiri, yaitu penghormatan terhadap prinsip kedaulatan rakyat secara penuh dengan menjadikan konstitusi sebagai ‘the supreme law of the land’,” kata Fahri Bachmid dalam keterangan tertulisnya, Selasa (3/1).
Fahri Bachmid juga mengutarakan, alasan kegentingan yang memaksa dijadikan alasan pemerintah adalah sangat jauh dari kaidah syarat kegentingan secara doktriner hukum tata negara darurat. Menurutnya, Pasal 22 UUD 1945 mrnyatakan kondisi serta alasan pemerintah harus dapat sejalan dengan konsep keadaan darurat.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi dan Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia ini menegaskan, prinsip dasar keadaan kegentingan yang memaksa telah dirumuskan batasan konstitusionalnya oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009.
Dalam putusan MK, keadaan kegentingan memaksa bukan hanya menyangkut keadaan bahaya, namun harus juga diartikan dalam keadaan yang memenuhi tiga syarat.
Pertama, kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang. Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga menjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai.