FAJAR.CO.ID, JEMBER -- Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Jember, Itok Wicaksono mengatakan Pemilu 2024 lebih tepat menggunakan sistem proporsional terbuka.
Pasalnya, baik penyelenggara pemilu maupun logistik, sudah disiapkan mengarah ke proporsional terbuka.
"Secara teknis, Pemilu 2024 memang sudah dirancang untuk sistem proporsional terbuka dan semua penyelenggara pemilu sudah berbenah diri untuk bekerja lebih baik," katanya, Jumat (6/1).
Menurutnya, dalam sistem proporsional terbuka yang diterapkan di Indonesia sejak 2009, pemilih dapat mencoblos parpol atau nama caleg yang diharapkan duduk di parlemen.
Adapun dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik. Parpol lantas yang berwenang menentukan anggota legislatif yang berhak duduk di parlemen.
"Maraknya politik uang sebenarnya sudah diantisipasi oleh Bawaslu dan pengawasan tersebut juga makin ketat. Namun, ketika penerapan proporsional tertutup, justru politik uang terjadi di internal parpol yang sulit terendus," tuturnya.
Terkait dengan pengajuan permohonan judicial review sistem pemilu proporsional terbuka dalam UU Pemilu, Itok optimistis bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan mengabulkan permohonan tersebut dengan berbagai pertimbangan.
"Menurut saya, peluangnya sangat kecil permohonan judicial review itu dikabulkan oleh MK karena beberapa kali diajukan selalu gagal," ucapnya.
Dia menilai pelaksanaan sistem pemilu secara proporsional terbuka lebih demokrasi karena parpol dituntut lebih dinamis untuk mendapatkan perolehan suara.
Namun, tantangan kader parpol juga sangat berat karena banyaknya kader parpol instan dan kutu loncat bagi politikus yang memiliki popularitas.
"Masing-masing memang memiliki keuntungan dan kelemahan, baik proporsional terbuka maupun tertutup. Namun, semuanya tetap berpotensi rawan politik uang," tutur mantan Komisioner KPU Jember itu. (ant/jpnn/fajar)