Tolak Ranperda Pencegahan Penyimpangan Seksual di Makassar, Sejuk Sebut LGBT Bukan Penyimpangan

  • Bagikan
Ilustrasi LGBT

FAJAR.CO.ID,MAKASSAR — Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk) menolak Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual Lesbian, Gay, Transgender dan Biseksual (LGBT) yang digodok Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar.

Manager Program Sejuk, Thowik mengatakan, rancangan regulasi itu dari nama Ranperdanya saja sudah keliru. Menurutnya, LGBT sebagai orientasi seksual bukanlah penyimpangan, apalagi jika diidentikkan dengan penyakit.

Ia menjelaskan, organisasi kesehatan dunia World Healt Organization (WHO) telah mengeluarkan LGBT dari golongan penyakit. Alih-alih didiskriminas melalui reglasi, menurutnya LGBT perlu dilindungi karena bagian dari kelompok rentan.

Apalagi, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi kelima (DSM-5) pembaruan tahun 2013 yang dimiliki Asosiasi Psikiatri Amerika Serikat (APA) menegaskan, orientasi seksual baik itu homoseksual, heteroseksual atau lainnya bukan penyimpangan atau gangguan kejiwaan.

“Maka, anggapan LGBT adalah penyimpangan tidak berdasar pada ilmu pengetahuan mutakhir. Sehingga Ranperda untuk mencegah dan menanggulangi perilaku LGBT yang dituduh menyimpang di Kota Makassar itu sangat diskriminatif,” jelas Thowik kepada fajar.co.id, Jumat (6/1/2023).

Harusnya kata Thowik, dasar pembuatan aturan mesti jelas sesuai konstitusi, tidak menjadikan asumsi atau norma-norma keagamaan sebagai dasar pembuatan. Sebaliknya, rancangan aturan itu dinilainya melanggar konstitusi.

“Pasal 27 UUD 1945 sangat tegas agar negara menjamin segenap warga mempunyai hak yang sama dan mereka kedudukannya sama di hadapan hukum.”

“Jika warga minoritas gender dan seksual atau komunitas LGBTIQ dilarang dan dibatasi ekspresinya, artinya Ranperda sudah cacat karena melanggar ketentuan hukum tertinggi di Indonesia: konstitusi,” terangnya.

Selain itu, dia bilang Ranperda yang diusulkan Komisi D DPRD Makassar ini menabrak Undang-Undang (UU), salah satunyanya UU No.39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Aturan itu menyebut negara tidak boleh membatasi dan mengucilkan hak-hak warganya, termasuk karena identitasnya sebagai LGBT.

“Karena itu SEJUK dengan jaringan nasional dan di Makassar akan berjuang bersama-sama untuk menolak berbagai bentuk aturan yang diskriminatif yang dapat memicu persekusi terhadap kelompok minoritas, apalagi kalangan rentan seperti LGBTIQ yang harusnya dilindungi negara,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Makassar, Andi Hadi Ibrahim Baso mengatakan, tujuan diusulkannya Perda ini karena menurutnya LGBT tidak sesuai dengan budaya dan kearifan lokal masyarakat makassar.

“Kita ingin memanusiakan manusia sebenarnya dengan Perda ini,” ujar kader Partai Keadilan Sejahtera ini kepada fajar.co.id, Kamis (5/1/2023).

Selain tidak sesuai dengan budaya masyarakat Makassar, ia menyebut penyimpangan seksual mesti dicegah karena tidak sesuai dengan dasar negara dan konstitusi.

“Gambarannya karena tidak sesuai dengan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,” jelasnya.

Soal kekhawatiran beberapa pihak akan adanya main hakim dari masyarakat karena dilegitimasi melalui Perda, ia menampik. Menurutnya, Perda ini malah menghindarkan dari hal itu.

“Ngak. Makanya kita jadikan Perda. Supaya payung hukumnya ada. Tidak ada aksi erson person dalam hal begini. Kalau tidak ada Perda begini riskan terjadi penghakiman. Tapi kalau buat perdanya, tentu akan kembali pada pihak yang berwenang,” pungkasnya.(Arya/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan