FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Para terdakwa korupsi minyak goreng telah divonis hukuman ringan.
Mereka diantaranya Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Lin Che Wei, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana (IWW), Senior Manager Corporate Affair PT.Victorindo Alam Lestari Stanley Ma, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Palulian Tumanggor dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.
Pengamat kebijakan publik Gigin Praginanto mengatakan, diantara mereka ada yang bekerja sebagai eksekutif atau komisaris perusahaan tapi jelas dalam konteks ini mereka hanyalah krucuk karena bukan pemilik.
Para bos besar industri sawit kata dia tetap dibiarkan bebas merdeka. Padahal jelas sekali merekalah atau pihak yang paling diuntungkan oleh tsunami harga minyak goreng yang terjadi pada bulan April tahun lalu.
Menurutnya hal ini cukup aneh, peristiwa yang demikian besar melibatkan raksasa-raksasa sawit yang sangat berpengaruh dalam perekonomian nasional tapi menteri dan pemilik perusahaan tidak tahu menahu.
“Tapi kok menterinya tidak tahu-menahu. Pertanyaan yang yang betul-betul mengganggu saya adalah apakah para pemilik industri besar sawit sebagai pihak yang paling diuntungkan tidak mengetahui sepak terjang mereka, sepak terjang anak buah mereka dan kaki tangan mereka di pemerintahan. Mungkinkah kaki tangan mereka berani bertindak tanpa izin dari bos besar mengingat apa yang mereka lakukan menyangkut kepentingan orang banyak sehingga bisa mengundang amarah publik dan pada akhirnya merembet ke ranah politik,” ungkapnya.
Menurutnya, pemilik masing-masing perusahaan begitu pun dengan Menteri Perdagangan (Mendag) tak mungkin tidak mengetahui permainan itu.
Gigin juga membeberkan bos perusahaan industri sawit yang bergerak dari hulu sampai hilir dalam pemerintahan yaitu Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut B Panjaitan.
“Kita ketahui di pemerintahan sendiri ada bos perusahaan sawit, industri sawit yang bergerak dari hulu sampai hilir yaitu Luhut B Panjaitan Menko Maritim dan Investasi,” bsbernya.
Selain itu dia juga membeberkan tiga nama bos perusahaan industri sawit yang masuk salah satu orang terkaya di Indonesia.
Dalam persidangan terungkap bahwa grup-grup perusahaan yang diuntungkan oleh aksi pelanggaran domestik market obligation tersebut ada beberapa grup perusahaan.
Pertama, Wilmar Group terdiri dari PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar alam Permai, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia,
Keuntungan yang dinikmati oleh Wilmar Group ini adalah Rp1,69 Triliun.
Salah satu bos besar Wilmar grup ini adalah seorang pengusaha Indonesia asal Medan yaitu Martua Sitorus yang sudah puluhan tahun bahkan menghabiskan sebagian besar dari hidupnya di Singapura.
Martua Sitorus dengan nama asli Thio Seeng Haap merupakan salah satu pendiri sekaligus Chief Operating Officer (COO) PT Wilmar International, Ltd.
Martua Sitorus adalah orang terkaya ke-14 dengan total kekayaan $2,85 miliar atau setara dengan Rp 40,75 triliun versi Data Indonesia.id.
Wilmar grup sendiri bukanlah perusahaan Indonesia tapi perusahaan Singapura, bermarkas atau berkantor pusat di Singapura dan di terdaftar di bursa Singapura.
Selanjutnya, Grup Musim Mas yang juga berkantor Pusat di Singapura. Anak-anak perusahaannya meliputi PT Musim Mas, PT Musim Mas – Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT. Agro Makmur Raya, PT. Megasurya Mas dan PT. Wira Inno Mas.
Grup Musim Mas mendapatkan keuntungan sebesar Rp626,6 Miliar.
Grup Musim Mas ini dipimpin atau didirikan oleh seorang pengusaha Tionghoa dari Medan dan sangat kaya raya menurut versi majalah Forbes pada tahun 2021 yaitu, Bachtiar Karim, masuk peringkat 10 orang terkaya di Indonesia.
Berdasarkan Dataindonesia.id, Bachtiar Karim merupakan salah satu orang terkaya di Indonesia dengan harta mencapai US$3,5 miliar atau setara dengan Rp50 triliun.
Grup perusahaan ketiga yang juga sangat diuntungkan Grup Permata Hijau yaitu dari PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri.
Keuntungan yang dinikmati oleh grup perusahaan ini sebanyak Rp124,4 miliar.
Perusahaan ini didirikan dan dipimpin oleh orang Medan juga yaitu Robert Wijaya.
Terakhir dia menekankan, banyak investor Indonesia yang kemudian melarikan dananya ke luar negeri untuk diamankan, diinvestasikan di negara-negara yang mapan dan memiliki penegakan hukum yang adil.
“Sangat banyak pengusaha Indonesia eksportir yang tidak mau memasukkan hasil ekspor mereka ke tanah airnya sendiri Tapi diendapkan dulu di luar negeri dan dalam konteks ini tentu saja Singapura. Kenapa Singapura menjadi pilihan, karena dalam penegakan hukum Singapura terkenal sangat transparan adil dan cepat,” tandasnya. (selfi/fajar)