FAJAR.CO.ID,MAKASSAR — Delapan partai serempak menolak wacana sistem Pemilu proporional tertutup, sistem ini dianggap memukul mundur demokrasi di Indonesia.
Pengajar Tata Kelola Pemilu UIN Alauddin Makassar, Rekiyanti Nurdin membenarkan, ia bilang sistem ini juga sebenarnya menabrak konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar 1945.
“Sebenarnya kalau saya ini bertentangan dengan UUD 1945, karena kedaulatan itu kan harusnya pada pemilih,” ungkapnya kepada fajar.co.id, Senin (9/1/2023).
Perempuan yang karib disapa Eky ini menuturkan, pemilih mestinya tahu siapa yang mereka pilih. Bak membeli kucing dalam karung, sistem ini meniadakan hal tersebut.
“Jadi harusnya pemilih itu betul-betul memahami atau paham betul siapa saja orang yang duduk untuk menjadi calonnya dia. Apa betul bisa mewakili aspirasi atau kepentingan dapilnya dia, atau daerah pemilihannya,” jelasnya.
Selain melanggar konstitusi, alumni Univeritas Gadjah Mada ini bilang sistem tersebut tidak sesuai dengan prinsip demokrasi, ‘dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’.
“Tidak. Sudah tidak pasti tidak sesuai. Karena prinsip demokrasi sebenarnya bukan untuk keterwakilan pemilih tapi keterwakilan jumlah penduduknya. Karena penduduk dimaksud bukan hanya pemilih, tapi misalnya golongan anak bayi, lansia,” terangnya.
Maka dari itu, walaupun sistem tersebut tidak bisa ditamoik kelebihannya, menurutnya mudaratnya lebih banyak.
“Itu juga adalah masyarakat yang harus punya wakil yang paham tentang masalah-masalah di situ. Kalau orang ini tidak punya kepakaran dalam hal permasalahan ini, dan partai hanya mencomot karena hanya bergerak ke arah pragmatis, itu menurut saya masalah. Tidak ketemu pasti,” pungkasnya.