FAJAR.CO.ID, MAKASSAR- Tarif dasar listrik (TDL) berpeluang dipangkas lebih murah. Itu terwujud jika pembangkit EBT mendominasi.
Saat ini bauran energi baru dan terbarukan (EBT) secara nasional mencapai 12,16 persen. Target EBT secara nasional pada 2025 sebesar 23 persen. Sementara di Sulawesi, bauran EBT saat ini sebanyak 34 persen.
Sumber energi terbarukan dari Sulawesi berasal dari PLTA Poso, PLTA Bakaru, PLTA Malea, dan PLTA Bili-bili yang menyumbang setrum sebanyak 525 Megawatt (MW) ke sistem kelistrikan Sulawesi.
Kemudian pada 2018, ekspansi energi terbarukan Sulawesi makin massif. PLN panen setrum dari kebun angin di PLTB Sidrap sebanyak 70 MW dan PLTB Tolo Jeneponto dengan kapasitas 60 MW.
Terbaru, ada pasokan setrum dari PLTS di Kabupaten Selayar sebesar 25 MW. Termasuk PLTS di Pulau Kodingareng, Pulau Tanakeke, dan Pulau Lae-lae.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan harga jual listrik dari sumber EBT bisa lebih murah dari pembangkit batu bara. PLTA misalnya, Jokowi menyebut tarifnya bisa di kisaran 2 sen dolar AS per kilowatt hour (kwh) atau sekitar Rp350 per kwh.
Untuk mendorong percepatan ketersediaan EBT, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022. Perpres tersebut mengatur harga jual listrik dari pembangkit EBT ke PLN.
Pakar Energi Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Erwin Eka Putra, menjelaskan perbedaan efisiensi teknologi antara energi fosil dan EBT menjadi indikator yang menyebabkan biaya operasional EBT relatif tinggi dibanding fosil.
Menurutnya, saat ini harga jual pembangkit listrik dari energi fosil masih berada di bawah EBT. Namun ke depan, ia yakin harga jual pembangkit EBT lebih murah jika bauran energi didominasi EBT.
"Pasti akan ada (murah), terutama apabila efisiensi pembangkit konsisten diperbaiki," terangnya, Senin, 9 Januari.
Ia menyebut, target pemerintah dalam menerapkan energi hijau di 2030 akan membuat perubahan harga terus terjadi. Erwin membeberkan, Pembangkit listrik tenaga Air (PLTA) sudah melakukan penyesuaian, bahkan sudah menyamai pembangkit energi fosil.
"Saat ini PLTA yang unggul, tetapi sudah ada penurunan harga beberapa persen yang membuatnya setara dengan energi fosil," pungkasnya.
Dosen Teknik Geologi Unhas Musri Mawaleda, menjelaskan situasi dan kondisi teknologi memengaruhi penetapan harga listrik ke pelanggan.
Ia menjelaskan, saat ini tarif EBT masih cukup tinggi namun itu menjadi setara karena adanya subsidi dari pemerintah.
Menurutnya, keberlanjutan komitmen energi bersih yang menjadi target nasional membuat EBT tak hanya diperhatikan dengan harga saja, melainkan dengan keberlangsungan energinya.
"Kita berharap lebih murah, sebab faktor lainnya sudah unggul," paparnya.
Lelaki yang juga menjabat sebagai Anggota Dewan Energi Nasional itu menyebut, berbagai upaya nantinya akan dilakukan oleh pemerintah dalam menekan harga EBT agar bisa setara dengan fosil.
Hal ini semata agar ekosistem energi bersih bisa benar-benar diterapkan beberapa tahun ke depan. Apalagi, jika pengembangan teknologi terus dilakukan potensi harga lebih murah bisa digapai.
"Apalagi jika energi fosil mulai berkurang atau habis, maka posisi bisa berbalik. Artinya, bisa jadi EBT sebagai potensi alami menjadi lebih murah," paparnya.
Tarif Belum Berubah
General Manager PLN UIW Sulselrabar Moch Andy Adchaminoerdin, menjelaskan pihaknya mengikuti instruksi pusat dalam penerapan tarif listrik.
Ia menyebut, hingga saat ini tarif dasar listrik masih sama hingga Maret mendatang.
"Tidak ada perubahan tarif hiingga saat ini. Perubahan atau penetapan TDL berdasarkan kewenangan pemerintah, kami hanya menjalankan," singkatnya.
Diketahui, PT PLN (Persero) memutuskan untuk mempertahankan tarif listrik pada periode triwulan pertama tahun 2023.
Langkah ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah pemulihan ekonomi pascapandemi.
Pemerintah berkomitmen melindungi masyarakat dengan tetap memberikan subsidi listrik kepada pelanggan rumah tangga 450-900 Volt Ampere (VA).
Begitu pula pelanggan nonsubsidi tidak mengalami kenaikan tarif pada periode ini dan tetap mendapatkan kompensasi.
Adapun parameter penetapan tarif listrik ditentukan oleh realisasi parameter ekonomi makro pada triwulan ke empat tahun lalu. (msn/fajar)