FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Senior sekaligus Steering Committee Indonesia Fintech Society (IFSOC) Hendri Saparini mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetop ekspor bijih nikel yang kemudian akan di terapkan juga pada Bauksit supaya fokus melakukan hilirisasi.
Meskipun Indonesia harus menelan kekalahan gugatan Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), kebijakan hilirisasi harus tetap dilanjutkan.
“Ya memang itulah yang harus kita lakukan karena nilai tambah. Jadi yang sekarang harus kita persiapkan betul ya memang lobi, karena bagi Indonesia kita memang kekuatannya dari Sumber Daya Alam,” ujar Hendri, Sabtu (14/1/2023).
Oleh sebab itu, kata Hendri jika Indonesia tidak segera membangun industri hilirisasi dalam negeri maka tidak akan mendapatkan nilai tambah seperti yang dicita-citakan presiden.
“Tetapi kalau sumber daya alam itu kita tidak membangun industrinya atau hilirisasinya ya kita memang tidak akan bisa mendapatkan apa-apa,” ucapnya.
Menurutnya, mempertahankan kebijakan pelarangan ekspor nikel merupakan langkah yang sudah tepat, namun mesti harus diimbangi dengan penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang siap untuk mengelolanya.
“Jadi bahwa usaha itu pasti ada tentangan dari luar itu sudah sangat pasti, karena mereka punya teknologi dan mereka juga memiliki mereka ingin mendapatkan nilai tambahnya. Jadi sekarang apa yang harus dilakukan Indonesia tetap harus mempertahankan kebijakan itu,” tegas Hendri.
“Yang kedua kita harus mempersiapkan kekuatan lobinya, apa argumen kita yang bisa diterima oleh mereka dan yang ketiga ya kita segera menyiapkan SDM-nya.” Imbuhnya.
Hendri menegaskan SDM yang unggul harus benar-benar dipersiapkan untuk mendapatkan nilai tambah tersebut, pasalnya jika itu tidak dilakukan dan hanya menjadi tempat untuk berinvestasi maka nilai yang didapat tidak sesuai dengan apa yang di harapkan.
“Karena kalau kita kemudian tidak juga menyiapkan SDM termasuk juga untuk teknologinya itu tidak hanya operatornya, tetapi juga teknologinya. Kita nantinya nilai tambah itu tidak akan kita bisa dapatkan banyak, karena kita hanya menjadi tempat untuk berinvestasi saja,” terangnya.
Jadi untuk nilai tambah lebih banyak benefit yang lebih banyak maka itu harus dilakukan,” ucap Hendri.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebut hanya dengan setop ekspor nikel mentah saja, pendapatan ekspornya naik, dari yang semula bernilai hanya Rp 17 triliun, kini dalam setahun bisa mencapai Rp 360 triliun.
"Ini baru nikel, bauksit kemarin diumumkan bulan Desember setop juga mulai Juni 2023 dan akan kita industrilisasikan di dalam negeri. Perkiraan kita dari Rp 20 triliun, kurang lebih jadi Rp 60-70 trilun," kata Jokowi.
Mantan Wali Kota Solo itu menjelaskan angka ini akan meningkat ratusan kali lipat apabila ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dapat terbentuk sepenuhnya di Indonesia. Baik nikel maupun bauksit sendiri merupakan beberapa di antara segelintir bahan utama pembuat baterai kendaraan listrik.
"Saya berikan bayangan tadi ekspor nikel dari Rp 17 triliun ke Rp 360 triliun itu angka lompatan besar sekali. Namun apabila sudah jadi ekosistem baterai dan eksiostem mobil listrik itu akan berikan ratusan kali nilai tambahan. Problemnya adalah kita digugat Uni Eropa," tukas Presiden Jokowi. (zak/fajar)