FAJAR.CO.ID, SURABAYA -- Saling melindungi antara kelompok masyarakat mayoritan dan minoritas menjadi hal penting dilakukan, di tengah kemajemukan masyarakat Indonesia.
Hal itu ditegaskan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X, saat menjadi pembicara dalam dialog kebangsaan di Universitas Dr. Soetomo, Surabaya, pada Sabtu (14/01).
Menurut Sultan, dalam konteks kemajemukan di Indonesia, kelompok mayoritas harus hadir untuk melindungi minoritas.
"Mereka yang dominan harus melindungi yang minoritas. Itu kunci menghargai kemajemukan," kata Sultan.
Menurut Raja Keraton Ngayogyakarta itu, kata "aku" dan "kamu" harus dipahami sebagai bagian dari "kita" karena Indonesia yang berbasis Maritim memiliki banyak suku dan bermacam-macam agama.
"Maka, tidak bisa dipaksakan untuk minoritas mengikuti mayoritas. Harus ada saling melindungi pada dua unsur mayoritas dan minoritas," kata Sultan.
Menurut Sultan, DIY merupakan miniatur Indonesia yang di dalamnya berkumpul suku, ras dan agama yang berbeda. Namun, kebijakan Sri Sultan adalah melarang siapa pun yang bukan suku Jawa, untuk menjadi suku Jawa.
Raja Keraton Yogyakarta ini menegaskan tidak boleh ada identitas yang hilang pada diri masing-masing individu baik Suku Batak, Papua, Sunda dan lainnya.
Mengingat Indonesia sudah merdeka lebih dari 70 tahun, menurut dia, sudah sewajarnya jika masalah ideologi tersebut sudah tidak lagi diperdebatkan.
Oleh karena itu, Sri Sultan berharap di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo persoalan Ideologi Pancasila dituntaskan.