Untuk meningkatkan lumbung pangan dengan diversifikasi yang ada, lanjut Ganjar, maka memerlukan pengembangan sistem dan kontrol yang baik sehingga data menjadi valid.
Menurutnya, data yang valid itu akan menjadi acuan agar geger mengenai impor beras seperti beberapa waktu lalu tidak terjadi. "Memang sistem ini harus di-develope, dikontrol dengan baik dan datanya menjadi valid. Sebab kalau tidak ya seperti kemarin. Sebenarnya saat ini kita perlu impor beras apa nggak, berdebat panjang sekali, berasnya sudah datang," tuturnya.
"Terus kemudian para petani yang lain berteriak, kami jangan mendapatkan kucuran beras impor. Nah, data kita sebenarnya berapa," katanya.
Terkait data itu, Ganjar memaparkan bahwa dari sisi produktivitas sudah bisa menutup kebutuhan di Jawa Tengah. Bahkan ada sisa sehingga dapat dibagikan atau dikirim ke tempat lain. Misalnya ke Jakarta, Kalimantan Tengah, dan sebagainya.
"Maka kenapa kita butuh data pertanian kita. Mudah-mudahan sensus pertaniannya nanti bisa jadi basic data untuk memperbaiki semua karena problem turunannya masih banyak," ujarnya.
"Kalau kita mau bicara kebutuhan yang bisa tercukupi seperti itu, ini data tidak bole meleset. Terus update, terus kemudian kita bisa mendata secara rigid, kemudian kita bisa mengetahui turunannya," katanya.
Problem turunan itu, menurut Ganjar dapat dilihat dari pupuk yang kurang. Subsidi tidak bisa mencukupi semua kebutuhan petani sedangkan transformasi ke organik belum tuntas. Situasi itu berdampak kepada para petani secara langsung.