Sebut Sama-Sama Masalah Investasi dan Ketidakadilan, Rocky Gerung Kaitkan Peristiwa Malari dan Kerusuhan di Morowali Utara

  • Bagikan
Rocky Gerung (Foto: Jawa Pos)

FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Kerusuhan yang terjadi di Morowali Utara pada Sabtu (14/1) ditenggarai karena diskriminasi kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Kerusuhan terjadi di lokasi industri pengolahan nikel (smelter) PT Gunbuster Nickel Industri (GNI), tepatnya di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur.

Pengamat sosial dan politik, Rocky Gerung membandingkannya dengan peristiwa Malapetaka Limabelas Januari atau Malari. Menurut Rocky, kedua peristwia itu sama-sama berakar pada investasi asing dan ketidakadilan.

“Jadi, dasar dari Morowali itu adalah ketidakadilan yang disebabkan oleh kebijakan yang memihak pada tenaga kerja asing, dalam hal ini China,” kata Rocky Gerung dalam Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Senin (16/01/23).

Pria yang dikenal sebagai presiden akal sehat ini bilang, peristiwa Morowali pasti terjadi karena di Morowali dan beberapa wilayah ada ketegangan agraria, konflik agraria, dan sekarang konflik perkembangan.

“Jadi dari awal pemerintah melempar puntung berasap ke jerami di Morowali, dan akan ada jerami lain yang kena puntung yang sama,” terang Rocky.

Sementara pada peristiwa Malari, Rocky menjelaskan karena adanya penolakan terhadap modal asing. Terutama pada Jepang yang kala itu dianggap memonopoli industri.

“Kita tahu pada Januari itu ada semacam antipati terhadap modal asing terutama Jepang yang dianggap monopoli industri di Indonesia,” terangnya.

Saat itu kata Rocky, modal asing dari Jepang diback up oleh satu tim yang dikuasai oleh Ali Murtopo yang dikuasasi CSIS, yang di dalamnya ada orang semacam Sujono Mardani yang memang punya relasi dengan Jepang. Pihak dimaksud, dikatakan Rocky dapat keuntungan dari ekspor dan impor.

“Hal itu yang kemudian menyebabkan Malari, ada keresahan, dan beberapa orang 11 orang munkin meninggal dan ratusan kendaraan dibakar di Jakarta. Senen dibakar, itu kemudian yang jadi pelajaran bagi Pak Harto untuk membuat kebijakan yang dikenal,” jelasnya.

Namun ajaibnya, sejak saat Malari, Soeharto yang waktu itu memimpin Indonesia secara otoriter melunak. Beberapa kebijakan lahir karena adanya peristiwa tersebut.

“Malari sebagai peristiwa politik, menimbulkan kebijakan. Sejak itu kita kenal ada SD Inpres, ada puskesmas. Itu setelah Malari itu. Tekanan rakyat menyebabkan kebijakan berubah,” pungkasnya.

(Arya/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan