Pertama dalam 60 Tahun, Populasi Penduduk Tiongkok Alami Penurunan

  • Bagikan
ILUSTRASI. Tiongkok sedang menghadapi ledakan kasus Covid-19. Tetapi Tiongkok bukan satu-satunya negara yang menghadapi lonjakan kasus. (AP Photo/Andy Wong, File)

FAJAR.CO.ID, BEIJING--Pandemi Covid-19 juga berdampak pada populasi penduduk di Tiongkok. Tahun lalu, untuk kali pertama dalam 60 tahun terakhir, populasi penduduk di Tiongkok turun.

Pada 2022 populasi 1,4118 miliar jiwa. Angka itu turun 850 ribu jiwa dari 2021. Tingkat kelahiran nasional mengalami rekor terendah. Yakni, 6,77 kelahiran per 1.000 orang. Tahun sebelumnya mencapai 7,52 per 1.000 orang.

Kematian juga melebihi jumlah kelahiran untuk kali pertama. Yaitu, 7,37 kematian per 1.000 orang. Angka itu menjadi tingkat kematian tertinggi sejak 1976 silam. Angka ini diperkirakan bakal meningkat tahun ini karena tingginya kematian akibat Covid-19.

’’Tren ini akan terus berlangsung atau bahkan lebih buruk pasca Covid-19,’’ ujar ekonom utama di Economist Intelligence Unit Yue Su.

Biro Statistik Nasional (National Bureau of Statistics/NBS) melaporkan populasi Tiongkok mencapai sekitar 1.411.750.000 pada akhir 2022. Jumlah kelahiran mencapai 9,56 juta, sementara jumlah kematian 10,41 juta.

"Populasi Tiongkok menurun pertama kali sejak 1961," kata Zhang Zhiwei, kepala ekonom di Pinpoint Asset Management, dilansir CNN Indonesia yang mengutip South China Morning Post.

Penurunan populasi ini membuat khawatir sejumlah ahli lantaran dinilai bisa menghambat pertumbuhan ekonomi dan menambah tekanan pada pendapatan dalam negeri.

Tiongkok terakhir kali mengalami penurunan populasi pada 1960 saat Negeri Tirai Bambu berjuang melawan krisis kelaparan terburuk dalam sejarah akibat kebijakan pertanian pemimpin tertinggi saat itu, Mao Zedong.

Pada 2016, Tiongkok juga telah menyetop kebijakan "satu anak" mereka yang sudah diberlakukan secara ketat sejak 1980-an karena khawatir populasi yang berlebih. Namun, misi itu nyatanya gagal mengembalikan angka penduduk yang kian menyusut.

Banyak ahli menilai lonjakan biaya hidup serta pergeseran ideologi generasi baru menjadi penyebab populasi di Tiongkok menurun.

"(Orang Tiongkok juga) telah terbiasa dengan keluarga yang kecil karena kebijakan satu anak yang diterapkan selama puluhan tahun," kata peneliti di Universitas Victoria Australia, Xiujian Peng, kepada AFP.

"Pemerintah China harus menemukan kebijakan yang efektif untuk mendorong kelahiran. Jika tidak, kesuburan akan turun lebih rendah lagi," lanjutnya.

Belakangan, banyak otoritas lokal yang meluncurkan langkah-langkah untuk mendorong pasangan agar memiliki anak. Kota Shenzen, misalnya, yang kini menawarkan bonus untuk kelahiran dan memberikan tunjangan sampai anak berusia tiga tahun.

Pasangan yang memiliki anak pertama akan secara otomatis menerima 3 ribu yuan atau setara Rp6,7 juta. Sementara yang memiliki anak ketiga bakal mendapat 10 ribu yuan atau setara Rp22,3 juta.

Kota Jinan juga sejak awal Januari telah memberikan uang sebesar 600 yuan atau setara Rp1,3 juta bagi pasangan yang memiliki anak kedua. (bs/zuk/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan