Adakah Standar Khusus untuk Pasien ODHA Saat Operasi?

  • Bagikan
Ilustrasi peralatan bedah yang digunakan dalam operasi sunat. Foto: Brandon Bell / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / Getty Images via AFP

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan satu penyakit yang sangat menakutkan. Hal ini lantaran belum ada obat yang bisa menghilangkan virus seutuhnya.

Yang ada hanya pengobatan untuk mengurangi jumlah virus. Penyakit ini menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Sehingga, seringkali mengakibatkan komplikasi dengan penyakit serius lainnya.

Pada kasus yang berkelanjutan akan mengakibatkan timbulnya Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yaitu tahap akhir infeksi HIV.

Kemudian hal ini menyebabkan banyak orang yang menghindari orang dengan HIV (ODHA). Padahal dalam sisi medis, penyakit ini tidak mudah menular hanya dengan berinteraksi dengan penderita.

Meski demikian nyatanya ada standar khusus yang diterapkan untuk menangani pasien ODHA yang akan menerima tindakan operasi.

Prof. dr. Zubairi Djoerban kemudian menjelaskan hal ini melalui utas dalam unggahan Twitter miliknya.

Standar utama yang harus di jalankan adalah kehati-hatian. Tidak hanya itu harus menjalankan cara berpikir dua arah. Dua arah yang dimaksud adalah cara berpikir dokter dan cara berpikir pasien ODHA.

Dalam hal ini antara pasien dan dokter harus ada kerjasama. Dokter menyampaikan tata laksananya. Sedangkan, si pasien menyampaikan kenyamanan prosedur yang diberikan kepadanya.

Bagi pasien ODHA harus terus terang kepada dokternya terkait jumlah virus dalam tubuhnya. Apakah dia rutin mengonsumsi obat-obatan atau tidak. Pasien ODHA juga wajib menyampaikan penyakit atau infeksi lainnya.

Beberapa waktu lalu sempat viral seorang pasien ODHA diduga menerima diskriminasi karena tempat tidurnya dilapisi dengan plastik.

Kembali lagi kata dr. Zubairi hal yang perlu diperhatikan saat menangani pasien ODHA adalah kehati-hatian. Baik dokter dan pasien harus melindungi diri semaksimal mungkin.

Jika pasien dan dokter sudah komunikasi sebumnya dan si pasien nyaman dengan plastik, maka tidak pantas jika dikatakan sebagai diskriminasi.

Kuncinya adalah komunikasi kata dr. Zubairi. Berbagai stigma juga beredar tentang pasien ODHA ini. Bahkan, dulu masyarakat menghalalkan ODHA untuk dibakar, diusir dari tempat tinggalnya hingga bayinya dibuang.

Namun, stigma terse ut selayaknya harus diubah. ODHA juga memiliki kesempatan hidup normal dalam masyarakat. Jangan dianggap jika mereka adalah suatu gangguan yng wajib dijauhi dan mendapatkan diskriminasi. (Elva/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan