Soal Sistem Pemilu, Pemerintah-DPR Kompak Terbuka, PDIP Ngotot Tertutup

  • Bagikan
Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan (DPR RI)

Senada dengan pemerintah, DPR juga menyampaikan pendapat untuk tetap mempertahankan sistem terbuka. Supriansa yang mewakili DPR mengatakan, proporsional terbuka lebih menjamin prinsip keterwakilan. Artinya, setiap warga dijamin memiliki wakil yang duduk di lembaga perwakilan untuk menyuarakan aspirasi mereka.

Pemilu yang baik, lanjut dia, harus menjamin partisipasi aktif dan keterwakilan yang dapat dipertanggungjawabkan. Semua itu, lebih bisa terpenuhi melalui sistem terbuka.

“Hal tersebut akan menciptakan suatu keadilan, tidak hanya bagi anggota legislatif melainkan juga bagi rakyat," ungkapnya.

Kemudian, DPR juga berpendapat sistem terbuka mengurangi ketergantungan anggota terpilih dari parpol. Sebab, harus memperhatikan pemilih. Hal itu juga sejalan dengan pertimbangan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008.

“Dengan demikian, rakyat sebagai subyek utama dalam prinsip kedaulatan rakyat tidak hanya ditempatkan sebagai obyek Pemilu dalam mencapai kemenangan semata," terangnya.

Sementara itu, Fraksi PDIP DPR RI menyampaikan pendapat berbeda dengan kelembagaan DPR.

Anggota Fraksi PDIP Arteria Dahlan mengatakan, sistem terbuka membuat posisi partai menjadi sangat lemah. Padahal, konstitusi memberikan kewenangan pada partai untuk mengirim perwakilan yang terbaik.

Dalam sistem terbuka, lanjut Arteria, sistem politik sangat liberal. Orang dengan kapital besar, bisa mengalahkan kader partai yang dididik lama. "Orang baru sehari masuk partai, siapapun bisa terpilih," jelasnya.

PDIP juga menilai sistem proporsional terbuka membuat praktik money politic tumbuh subur. Kekuatan uang memiliki andil besar. Kader-kader partai terbaik yang tidak memiliki kekuatan modal, sulit untuk bisa terpilih. "Mereka yang memiliki kapital besar saja yang mampu survive," terangnya.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan