FAJAR.CO.ID, MAKASSAR--Anies Baswedan sudah punya tiket maju Pilpres 2024. Calon rivalnya masih menunggu restu.
Selama ini, sosok Anies selalu diperhadap-hadapkan dengan Ganjar Pranowo. Hanya saja, Ganjar masih harus bersaing dengan Puan Maharani selaku sesama kader PDIP.
Restu Megawati Soekarnoputri sebagai Ketum PDIP dinantikan. Di lain pihak, figur dan partai lain juga masih terus memantau perkembangan untuk memastikan maju dan mengusung siapa.
Prabowo Subianto, misalnya. Meski Gerindra mendorongnya maju, belum ada deklarasi capres dilakukannya. Figur lain apalagi. Selain terkendala partai, elektabilitas juga masih perlu bersaing dengan Ganjar, Prabowo, dan Anies.
Khusus Anies, setelah Demokrat dan PKS menyusul Nasdem mendeklarasikannya sebagai capres di Koalisi Perubahan, kendala selanjutnya ada pada penentuan bakal calon wakil presiden. Posisi cawapres bakal tarik ulur di koalisi ini.
Belum ada jaminan koalisi ini bakal kukuh hingga akhir. Persoalannya, PKS dan Demokrat masing-masing mendorong figur internal untuk dijadikan cawapres. Demokrat mendorong Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sedangkan PKS mengusulkan Ahmad Heryawan.
Ini berarti, kini ada ketidakpastian siapa yang akan menjadi cawapres. Apalagi terjadi di tengah ketidakpastian deal politik dalam koalisi. Deklarasi ini dianggap terburu-buru.
"Apakah untuk mengenapkan pencalonan Anies ataukah ada hal lain. Atau memang ada komitmen yang sudah mereka sepakati, entahkah itu pembagian kue kekuasaan ketika mereka menang ataupun pembicaraan tentang siapa wakil presidennya," urai Ali Armunanto, analis politik Unhas, Selasa, 31 Januari.
Setidaknya, sinyal yang ditunjukkan PKS sudah bergabung di Koalisi Perubahan itu menunjukkan ada hal yang sudah mereka sepakati. Tetapi ketidaksepakatan yang awalnya menggangu, kalau tidak diselesaikan, akan menjadi persoalan koalisi ke depan.
Potensi konflik ini yang akan menyebabkan koalisi rapuh. Opsi-opsi yang ditawarkan koalisi lain, seperti KIB dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), bisa saja sangat menggiurkan. Hal ini bisa saja terjadi di saat-saat terakhir ketika salah satu yang ada dalam koalisi beralih ke koalisi lain.
Terutama dipicu ketidaksepakatan penawaran di internal koalisi, sehiungga memandang tawaran dari koalisi lain lebih menarik. Dalam dinamika Anies, kesepakatan itu tidak diumumkan. Kalaupun tercapai kesepakatan tertentu, itu sudah menunjukkan komitmen bersama.
"Namun belum disepakatinya siapa bakal cawapres itu juga menjadi cikal bakal perpisahan, perpecahan, atau ketegangan dalam koalisi atau tidak solidnya pergerakan koalisi," jelas Ali.(mum-rul/zuk/fajar)