FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng kembali terjadi. Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak mengaku heran kelangkaan minyak goreng murah kembali terulang.
Menurutnya lagi-lagi masyarakat menengah bawah, terutama pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) menjadi korbannya.
Amin menilai akar masalahnya klasik yakni berkurangnya pasokan bahan baku atau crude palm oil (CPO). Kelangkaan pasokan CPO seharusnya tidak terjadi apabila pengusaha sawit mematuhi kewajiban penyediaan domestic market obligation (DMO).
“Masyarakat berhak curiga jika pengawasan oleh pemerintah terhadap kepatuhan pengusaha dalam memenuhi DMO 20% CPO tidak berjalan,” kata Amin dalam keterangannya, Jumat (3/2/2023).
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 49/2022 tentang Tata Kelola Program Minyak Goreng Rakyat mewajibkan pelaku usaha sawit untuk menyediakan DMO CPO sebesar 450 ribu ton per bulan, sementara kebutuhan CPO untuk minyak goreng di dalam negeri sekitar 300 ribu ton per bulan.
Permasalahannya, apakah pengusaha betul-betul mematuhi ketentuan DMO 20% CPO? Kemudian apakah betul CPO tersebut dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri, dalam artian minyak goreng yang diproduksi itu betul-betul didistribusikan untuk kebutuhan dalam negeri?
“Saya melihat ada kelalaian pemerintah dalam memonitor pasokan minyak sawit atau CPO,” tegasnya.
Jika aturan Permendag tersebut dilaksanakan dengan baik, pasokan CPO seharusnya lebih dari cukup bahkan tersedia cadangan yang bisa digunakan jika sewaktu-waktu terjadi lonjakan kebutuhan.