FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Naiknya harga hingga kelangkaan minyak goreng mulai terjadi di sejumlah wilayah.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu menyebut fenomena ini dapat dinikmati orang-orang yang dekat dengan kekuasaan.
Belum lagi di tahun sebelumnya telah ditetapkan lima terdakwa kasus minyak goreng.
Dalam kasus ini sebelumnya disebut-sebut berkaitan dengan pengumpulan dana untuk kampanye tiga periode.
Pertanyaannya, mungkinkah kelangkaan minyak goreng kali ini juga kembali berkaitan dengan pengumpulan dana tiga periode.
Said Didu mengatakan, kasus sebelumnya terjadi karena pemilik Crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mengetahui kebijakan yang akan diambil pemerintah.
“Pemilik CPO yang dekat dengan kekuasaan tahu persis akan kapan dan bagaimana kebijakan diambil, sehingga saat itu dia (pemilik CPO) melepas semua CPO yang ada di gudang. Kemudian dia beli tangki timbun CPO, tangki timbunnya milik BUMN, CPO-nya yang ditimbun tapi tidak diambil sehingga tangki timbun yang ada di BUMN itu penuh sehingga dia tidak bisa membeli TBS. Sehingga anjlok ke harga TBS dari Rp3.500 ke 800,” kata Said Didu dalam kanal YouTube-nya, Selasa, (7/2/2023).
“Merekalah yang beli, nah sepertinya ketangkap malam itu, itu kan ingin mempercepat semua agar kosong tangkinya sehingga berkumpullah mereka untuk mendapatkan percepatan pengambilan keputusan agar selain dapat harga yang bagus saat itu, dia akan dapat windfall karena tangkinya kosong sehingga dia beli tanda buah segar untuk diolah dengan harga yang sangat murah. Sehingga dia punya CPO lagi. Jadi dia menjual CPO yang harganya mahal, dia mengolah CPO yang harganya lebih murah, setelah tertampung semua, kan hanya sekitar sebulan kan, terus dibuka lagi ekspor maka dia dapat lagi dua kali untung besar,” tambahnya.