Ajukan Banding Atas Vonis 10 Tahun Penjara, Mardani Maming Merasa Difitnah

  • Bagikan
Mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming saat ditetapkan sebagai tersangka kasus pemberian izin usaha pertambangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, Jakarta (28/7/2022). KPK resmi menahan mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming untuk 20 hari ke depan. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)

FAJAR.CO.ID, BANJARMASIN – Usai mendengar vonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin, mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming menyebut dirinya telah difitnah.

“Saya merasa itu semua menjadi fitnah kepada diri saya,” kata Mardani dari Gedung Merah Putih, Jakarta, yang hadir secara virtual dalam sidang kemarin (10/2).

Politisi PDI Perjuangan itu dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider empat bulan penjara.

Dalam amar putusan majelis hakim yang diketuai Heru Kuntjoro itu, Mardani juga dijatuhi hukuman membayar uang pengganti sebesar Rp110 miliar.

Apabila terdakwa tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan mendapat kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dan apabila terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka ditambah pidana penjara selama dua tahun.

Mardani mengatakan, uang yang disebut-sebut sebagai gratifikasi yang diterimanya dari almarhum Henry Soetio, Direktur PT PCN, murni hasil bisnis antar perusahaan.

“Itu murni pendapatan perusahaan. Bukan korupsi,” tegas Bendahara Umum PB Nahdlatul Ulama nonaktif itu.

Merasa difitnah, Mardani tentu sedang menimbang langkah banding. “Saya punya hak tujuh hari untuk berpikir. Saya akan konsultasi dengan tim sebelum memutuskan yang mulia,” pungkasnya.

Dalam amar putusan, majelis hakim mengenyampingkan pembelaan pria 41 tahun itu. Tak ada satu pun pembelaan terdakwa yang dikutip menjadi pertimbangan majelis hakim.

Majelis hakim meyakini Mardani melanggar Pasal 12 huruf b Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun hal-hal yang memberatkan mantan Ketua HIPMI itu, selama persidangan terdakwa terus-menerus merasa tidak bersalah.

“Hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama persidangan,” kata hakim ketua.

Koordinator Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus ini, Budhi Sarumpaet mengapresiasi putusan hakim. Sebab vonis yang dijatuhkan tak jauh berbeda dengan tuntutan jaksa.

Menurutnya, dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim sangat detil dalam memberikan argumentasi. “Kami sangat mengapresiasi,” kata Budhi kelar sidang.

Senada dengan Juru Bicara KPK, Ali Fikri. Dalam rilisnya, KPK menyebut majelis hakim telah objektif dalam memeriksa dan mengadili perkara ini.

Putusan tersebut, menegaskan apa yang KPK lakukan dalam perkara ini telah sesuai mekanisme dan prosedur hukum.

Sehingga tuduhan bahwa KPK mengkriminalisasi dan narasi bahwa kasus ini politis, hanyalah persepsi subjektif yang dibangun tanpa alas hukum.

“Kami pastikan KPK tidak akan pernah melanggar hukum ketika menegakkan hukum pidana korupsi,” kata Ali.

“Ketika KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka, pasti karena berdasarkan kecukupan alat bukti,” imbuhnya.

Seperti diketahui, Mardani terseret dalam kasus ini lantaran diduga menerima suap pengalihan izin usaha pertambangan dan operasi produksi (IUP-OP) dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BPKL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) pasca menerbitkan SK Bupati Nomor 296 pada tahun 2011 silam. Surat keputusan itu diteken oleh Mardani.

Atas izin itu, Mardani diduga menerima hampir Rp118 miliar lebih hadiah atau gratifikasi dari mantan Direktur PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN), Henry Soetio. Baik melalui perantara perusahaan yang terafiliasi dengan terdakwa maupun melalui perantara lain.

Termasuk tiga jam mewah merek Richard Mille senilai miliaran rupiah. Transaksi pemberian gratifikasi itu dilakukan secara bertahap mulai 2014 hingga 2020. (jpc/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan