FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Vonis mati yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada Ferdy Sambo, turut dikomentari Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof. Hibnu Nugroho.
Dia menilai, majelis hakim telah menunjukkan independensinya dengan menjatuhkan vonis mati kepada Ferdy Sambo atas pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat dan perintangan proses hukum.
“Artinya, dengan vonis mati ini, hakim betul-betul independen,” katanya, Senin (13/2).
Menurut dia, majelis hakim Pengadilan Jakarta Selatan yang menyidangkan perkara tersebut telah menerapkan unsur pembuktian yang ada. Selain itu, kata dia, majelis hakim tidak terpengaruh suara-suara yang terkait dengan gerakan bawah tanah, gerakan bawah air, dan sebagainya.
“Ini kami apresiasi. Hakim juga melihat terhadap putusannya itu bisa menjelaskan faktor yang memberatkan,” tegas Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu.
Bahkan, kata dia, hakim tampaknya mengadopsi apa yang dilakukan oleh penuntut umum itu hampir 90 persen. Dia pun berharap, putusan untuk tiga terdakwa lain yang turut melancarkan tindak pindana itu minimal sama dengan tuntutan penuntut umum, bahkan bisa lebih. Ketiga terdakwa lainnya itu yakni Putri Candrawati (PC), Kuat Ma’ruf (KM), dan Ricky Rizal (RR), dimana masing-masing dituntut 8 tahun penjara.
“Itu karena perannya (peran masing-masing terdakwa, red.) sudah terbukti pada saat bertemu di Magelang sampai di Jakarta,” jelas Prof. Hibnu.
Sementara terhadap terdakwa Richard Eliezer (RE) yang dituntut 12 tahun penjara, dia mengharapkan vonisnya bisa di bawah PC, KM, dan RR. Itu lantaran posisi RE sebagai justice collaborator.