Soroti Besarnya Biaya Pemilu, Fahri Hamzah Singgung Dana-dana Haram

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah kembali berkomentar soal dana kampanye Anies Baswedan pada Pilgub DKI Jakarta 2017 belakangan yang disebut-sebut sebagai utang.

Dia mengatakan perlunya membenahi sistem pemilu dari kesalahan-kesalahan yang lalu-lalu. Karena efeknya akan berdampak pada pemilihan pemimpin.

“Salah sistem pemilunya pemimpin yang terpilih juga nanti akan banyak kesalahannya,” ucap dalam kanal YouTube Akbar Faizal, Jumat, (17/2/2023).

Dia menegaskan, banyak sekali yang ingin dikoreksi oleh Partai Gelora dalam pemilu, hanya saja tidak dilibatkan dalam menyusun regulasi.

Karenanya dia mendorong KPU-Bawaslu untuk membuat aturan susulan agar mengakomodir reformasi pemilu, termasuk mekanisme pembiayaan.

“Termasuklah di dalamnya itu adalah mekanisme pembiayaan karena yang rumit dari demokrasi adalah ongkosnya mahal,” ujarnya

Dia mengungkapkan, diantara ongkos demokrasi yang paling mahal itu adalah ongkos dalam pertarungan memilih pemimpin.

“Tapi apa boleh buat karena komparasinya adalah biaya Pemilu itu sama dengan biaya perang. Hanya Pemilu itu tidak ada darahnya. Kalau biaya perang itu ada perangnya. Udah berapa triliun tuh habis di Ukraina. Padahal itu sebenarnya perangnya itu bukan perang untuk merebut kekuasaan gitu. Jadi hanya perang merebut pengaruh di kawasan. Bagaimana dengan perang merebut kekuasaan itu pasti ada yang ditumpahkan darahnya sudah mahal tertumpah pula darah. Nah dalam pemilu demokrasi ini tidak ada pertumpahan darah tapi ongkosnya tetap mahal,” jelas Fahri.

Pertanyaannya kemudian kata mantan Wakil Ketua DPR RI ini, ongkos yang mahal ini siapa yang harus nanggung.

Ada tiga kemungkinan yang menanggung biaya pemilu. Pertama, negara. Hal ini kata dia lebih aman. Dapat meminimalisir sumber-sumber haram.

Kedua, gabungan dana pemerintah dan swasta. Kalaupun digabung menurutnya akan lebih besar ditanggung negara.

Terakhir, murni ditanggung swasta seperti di Amerika Serikat. Negara hanya mengatur audit pembiayaan politik karena uang pembiayaan politik tidak boleh dipakai untuk pribadi, hanya boleh untuk pertarungan.

Yang jadi masalah di Indonesia kata dia adalah tidak ada pengaturan yang tegas yang jelas mau pakai sistem yang mana.

Padahal, biaya yang digunakan dalam berkampanye sangat besar. Kalaupun kata Fahri ada partisipasi negara, itu sangat kecil.

“Maka sisanya yang besar itu kita dapatkan dari sumber-sumber yang tidak bisa diumumkan. Karena yang bisa kita umumkan juga adalah yang sedikit hamba Allah hamba Allah ini kan terbatas lagi. Belum lagi tidak ada proteksi kepada penyumbang. Terutama penyumbang korporasi,” ungkapnya.

“Kalau korporasi menyumbang nanti calonnya kalah dimatiin dia. karena dianggap bagian dari musuh penguasa yang berkuasa. nah ini semua memerlukan serangkaian regulasi yang menyebabkan sehatlah nanti pertarungan itu,” tandas politisi PKS ini. (selfi/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan