FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Nyaris sia-sia surplus beras di Sulsel. Pemerintah tetap akan mengimpor.
Alasannya, stok beras di Bulog menurun. Sementara, acuan pemerintah memang yang ada di gudang. Cadangan pangan masyarakat tak masuk dalam hitungan stok.
Akhirnya, petani Sulsel yang mestinya menikmati harga beras ideal, gigit jari. Mereka merasa dirugikan oleh kebijakan impor, meski yang dipasok adalah wilayah di luar Sulsel. Dampaknya juga tetap dirasakan petani di Sulsel.
"Harga beras impor sudah pasti akan jauh lebih rendah dibanding harga brand lokal," sesal Rachmat Sasmito, Ketua Pemuda Tani, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sulsel, Selasa, 21 Februari.
"Beras impor diperlakukan khusus, karena dia harga impor otomatis harga di bawah harga beras lokal. Kerugian yang dirasakan petani, yaitu nilai tukar petani akan menjadi jatuh lagi," sambungnya.
Secara regulasi, hitungan cadangan beras yang merupakan amanat dari regulasi, yakni seluruh potensi perberasan yang dikelola Bulog. Baik itu gabah atau pun beras. Di sinilah celah dari regulasi itu.
Aturan ini perlu ditinjau kembali untuk jangka panjang. Cadangan seharusnya tidak hanya yang dimiliki Bulog. Bisa saja Bulog kekurangan beras, bukan berarti beras tidak ada di masyarakat. Hanya saja, Bulog yang tidak mampu menyerap harga beras petani berdasarkan harga pasar.
Kelemahannya, Bulog terikat oleh aturan harga pembelian gabah. Walaupun saat ini di Sulsel tidak akan masuk beras impor, dalam jangka panjang, ini perlu dipikirkan karena penentuan cadangan beras masih bermasalah.