FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Potensi nikel Sulawesi Selatan sangat besar. Nilai ekspor nikel sepanjang 2022 kemarin mencapai 2,71 miliar dolar AS atau setara Rp17,68 triliun.
Makanya, investor terus berlomba-lomba masuk ke Sulsel untuk menggarap potensi nikel tersebut. Jika hilirisasi terus digencarkan, sektor pertambangan bisa menyumbang pertumbuhan ekonomi cukup besar.
Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sulsel, Supendi membeberkan kontribusi nikel terhadap ekspor Sulsel sebesar 46,44 persen dari jumlah penerimaan. Hal ini menunjukkan posisi nikel masih menguat, seiring perkembangan investasi di Sulsel.
"Jika melihat kinerja ekspor menyeluruh memberikan tren yang terus menumbuh," terangnya, Kamis (23/2/2023).
Merujuk pada data statistik, nikel konsisten menjadi komponen teratas pada struktur kinerja perdagangan luar negeri dari Sulsel, bahkan pada masa pandemi Covid-19 sekalipun. Pada 2020, komoditas nikel Sulsel memberikan kontribusi 67,31 persen terhadap kinerja ekspor daerah.
Tren positif berlanjut di 2021 dengan nilai menembus Rp13,97 triliun dengan porsi mencapai 69,42 persen terhadap struktur ekspor Sulsel.Kenaikan ini ditunjang adanya program hilirisasi nikel.
Peran besar komoditas nikel itu dipastikan mengalami pertumbuhan pada tahun ini seiring tingginya permintaan nikel dunia dibarengi kenaikan harga di tingkat global.
Masuk 7 Besar
Provinsi Sulawesi Selatan sendiri merupakan salah satu daerah yang memiliki tambang nikel yang luas. Jika menilik data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sulsel punya 7.173 hektar lahan (data tahun 2022).
Secara keseluruhan, Indonesia kini memiliki tambang nikel mencapai 520,87 ribu hektar. Harta karun seluas ini diketahui tersebar di 7 Provinsi di Indonesia.
Sulawesi Tenggara memimpin tambang nikel terbesar di Tanah Air dengan luasnya mencapai 198,62 ribu hektar. Salah satu wilayahnya bisa ditemui di Kabupaten Konawe dengan luas 21 ribu ha.
Maluku Utara menyusul di posisi kedua dengan luas tambang mencapai 156,19 ribu hektar. Dengan besarnya potensi nikel di wilayah ini, baru-baru ini terdengar kabar bahwa perusahaan Jerman Badische Anilin- und Soda-Fabrik atau BASF, akan merealisasikan investasi pemurnian nikel dan pengolahan menjadi prekursor baterai listrik di Maluku Utara.
Posisi selanjutnya ditempati oleh Sulawesi Tengah dengan luas tambang mencapai 115,39 ribu hektar dan kemudian diikuti oleh Papua Barat dan Papua dengan luas tambang masing-masing 22,63 dan 16,47 ribu hektar.
Lalu Sulawesi Selatan dengan luas tambang mencapai 7.163 hektar dan di posisi ketujuh ada Provinsi Maluku dengan luas tambang 4.389 hektar.
Salah satu penyumbang terbesar produksi nikel di Sulsel adalah PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Pada tahun 2022 lalu, PT Vale mencatat produksi sebanyak 60.090 metrik ton nikel dalam matte pada tahun 2022. Angka ini mengalami penurunan sebesar 8 persen secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 65.388 metrik ton.
CEO PT Vale Indonesia Febriany Eddy mengatakan, kinerja Tanur 1, Tanur 2, dan Tanur 3 berada di atas anggaran untuk tahun 2022.
"Namun, produksi tahunan secara keseluruhan lebih rendah dari target kami sebelumnya," ujar dia dalam keterangan persnya belum lama ini.
Febriany menjelaskan, hal ini lantaran terjadi keterlambatan dalam penyelesaian pembangunan kembali Tanur 4. Lebih rinci, pada kuartal IV-2022, produksi Vale Indonesia mencapai 16.183 metrik ton nikel dalam matte. Angka ini juga turun sebanyak 8 persen dibandingkan produksi pada kuartal III-2022 sebanyak 17.513 metrik ton nikel dalam matte. Padahal pada kuartal IV-2021, Vale Indoenesia mencatat produksi nikel dalam matte sebanyak 17.015 metrik ton.
Hilirisasi Nikel
Indonesia kini tengah menggenjot hilirisasi nikel di dalam negeri. Demi tujuan itu, pemerintah pun tak segan untuk melarang ekspor bijih nikel sejak awal 2020 lalu.
Meski pelarangan ekspor bijih nikel baru dilakukan pada 2020, namun program hilirisasi nikel di dalam negeri saat ini bisa dikatakan sukses.
Indonesia berhasil meraup nilai tambah dari nikel sebesar US$ 33 miliar atau sekitar Rp 514 triliun pada 2022.
Tahun ini, untuk menggenjot program hilirisasi nikel, Kementerian ESDM mempercepat pembangunan 32 fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di 2023.
Pembangunan smelter ini jadi program Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mempercepat hilirisasi tambang. Rencananya, pemerintah target mendirikan 53 smelter yang beroperasi hingga 2024.
Menteri ESDM Arifin Tasrif meminta perusahaan pertambangan untuk segera menyelesaikan proyek smelter konsentrat tembaga untuk melanjutkan program hilirisasi.
"Larangan ekspor ini sudah dimulai dari nikel. Sekarang bauksit dan lainnya menyusul. Semuanya (proyek smelter) harusnya diproses di 2023 agar tuntas," ungkap Arifin di Jakarta, Jumat (24/2/2023).
Tahun ini, ditargetkan 32 smelter selesai dibangun. Terdiri dari 12 smelter terintegrasi dengan tambang dan 20 smelter independen.
Kementerian ESDM mencatat hingga saat ini, sudah dibangun 21 smelter. Adapun 5 smelter di antaranya terintegrasi dan 16 smelter berdiri sendiri, yang mayoritas merupakan smelter nikel.
Arifin menjelaskan langkah pelarangan ekspor konsentrat tembaga sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sampai saat ini, lanjut dia, belum ada rencana penerapan relaksasi ekspor seperti pengenaan bea ekspor. "Ya silakan saja (yang keberatan). Langkah ini sesuai UU," pungkas Arifin.(msn/fajar)