FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Pasar induk beras penting. Sentuhan pemerintah dalam arti luas bisa membangkitkannya lagi.
Sebelumnya, sudah pernah ada Pasar Induk Beras Parepare. Sayang, tidak maksimal pengoperasiannya sehingga para pengusaha beras keluar. Meski berdagang, pedagang juga butuh akses ramai.
Selain itu, tempat penyaluran dalam pengiriman beras sudah bisa dilakukan di banyak pelabuhan lain. Dahulu, pengapalan beras berpusat di Pelabuhan Parepare yang mendukung pasar induk beras beroperasi efesien.
Kini, hambatan baru datang. Meski dibangun sejak delapan tahaun lalu, Pasar Induk Beras Parepare tak bisa berfungsi ideal. Pemerintah daerah, baik pemprov, mapun pemprov, diharapkan terlibat dalam memaksimalkannya. Tentu berkoordinasi dengan pusat.
"Sarana prasarananya sudah lengkap. Hanya saja belum optimal (beroperasi)," kata Bakhtiar AS, Pimpinan Wilayah Perum Bulog Kanwil Sulselbar, kepada FAJAR, Senin, 27 Februari.
Bulog sudah mendorong dan pemerintah daerah juga mendukung dengan baik. Hanya saja minat pelaku usaha beras belum ada lagi yang mau masuk. Dahulu saat dibuka, informasinya cukup banyak pedagang, namun lama-lama mereka keluar lagi.
"Pasar induk ada tapi pedagangnya yang sudah tidak ada di dalam," tambah Bakhtiar.
Meski demikian, pihaknya tak menyerah. Bulog terus menyosialisasikan agar para pelaku usaha beras bisa memanfaatkan fasilitas itu dengan baik.
Ikon Sulsel
Bakhtiar AS menyebut Sulsel sudah waktunya memiliki pasar induk besar beras seperti yang ada di Cipinang, DKI Jakarta. Tujuannya untuk mewadahi semua pedagang agar bisa terlibat langsung dalam melakukan transaksi di dalamnya.
Selain menjadi pusat transaksi, pasar induk bisa mendorong mekanisme perdagangan lebih terbuka dan harga lebih kompetitif. Bakhtiar menyebut dirinya belum mendapatkan detail terkait pasar induk pasar yang sudah dimiliki di Sulsel yang ada di Parepare, kehadirannya membuktikan kebutuhan pasar induk beras.
“Pertimbangan saat itu karena infrastruktur (pasar induk beras) yang dibutuhkan Bulog itu di Parepare di mana sebagai sentra produksi beras di wilayah sekitarnya, seperti Sidrap, Pinrang, Barru, Wajo,dan Soppeng termasuk Bone,” jelasnya.
Dari informasi yang didapatkannya, sejak dibuka, pasar induk beras perlahan ditinggalkan pedagang. Alasan mereka, lokasi kurang strategis alias jauh dari pusat pasar. "Kedua, akses transportasi susah karena Lapade (lokasi pasar induk beras) dengan kota cukup jauh,” beber Bakhtiar.
Selain itu, hitungan operasional pedagang mengalami kerugian. Namun, sampai saat ini Pemerintah Provinsi Sulsel dan Pemkot Parepare terus berkoordinasi untuk mencari solusinya.
“Kita sebenarnya terus berkoordinasi dengan pemda dan pemprov. Masalahnya, pedagang yang tidak mau karena hitungan ekonomi, masa kita paksa,” jelasnya.
Pihaknya, sampai saat ini terus meninjau karena delapan tahun setelah dibangun hanya beroperasi kurang lebih setahun. Selain itu, Bulog terus mendorong pengoperasiannya, namun keuntungan pelaku usaha belum optimal.
Hadapi Kendala
Pasar induk beras menghadapi suatu kendala. Meskipenting berdasarkan skala urgensi, namun jalur transportasi antarpulau yang selama ini via Pelabuhan Parepare, telah berubah.
Sekarang sudah banyak pelabuhan yang digunakan. Dahulu masyarakat Sulsel, kalau pengiriman dan bongkar muat, itu ada di Parepare. Sehingga pasar induk bisa maksimal. Sekarang tersebar.
"Setelah banyaknya jalur pelabuhan lain, ada di Barru, Mamuju, dan lainnya," kata Rachmat Sasmito, Ketua Pemuda Tani, Himpunan Keluarga Tani Indonesia (HKTI) Sulsel.
Jika diaktifkan lagi, boleh saja. Yang mesti dipertimbangkan, jangan sampai cuma memboroskan biaya operasional. Apalagi, pada prinsipnya sudah ada pola-pola lama yang dimiliki masyarakat.
Mereka akan menyimpan dan menahan padi lebih dahulu. Menjemurnya setengah kering. Rata-rata masih menyimpan dulu dengan alasan menahan harga.
"Signifikansinya yang kita harus buat itu, tata niaganya dulu. Kita inginnya kalau ada pasar induk jangan sampai rantai pasok lagi bertambah. Seharusnya petani sudah bisa menikmati harga langsung dari buyer. Harus transit lagi di pasar induk. Otomatis juga akan mencari margin keuntungan," ucapnya
Jadi pada prinsipnya pasar induk itu penting. Apabila terjadi gonjang-ganjing harga, operasi pasar bisa dilakukan di pasar induk. Untuk petani, harga di pasar induk tidak berpengaruh signifikan. Tidak ada urgensinya bagi petani.
"Karena yang petani jual itu gabah. Gabah, yang beli itu rice milling unit (RMU) dan yang isi pasar induk itu dari RMU dan Bulog, petani tidak masuk di situ," jelas Rachmat. (ams/zuk/fajar)