FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Harga gabah di tingkat petani makin anjlok. Sementara itu, harga beras di pasaran tetap tinggi dan belum ada tren penurunan.
Pemerintah mesti merumuskan kebijakan komprehensif di bidang pangan. Tujuannya agar tercipta kewajaran pada ketersediaan dan harga pangan. Anomali harga ini menjadi salah pokok perdebatan Nagara Institute di Palembang, Selasa, 28 Februari.
Peneliti senior Nagara Institute Nurkholis menyebutkan secara global, dunia saat ini memang menghadapi tantangan masalah pangan. FGD ini, menurutnya, untuk mencari dan menakar rumusan ketersediaan dan kewajaran harga pangan.
"FGD ini diharapkan mampu menemukan formula itu demi ketahanan dan keberlanjutan pangan di Indonesia,” papar Nurkholis, kemarin.
Pengamat dan kolumnis pangan Khudori juga menyoroti kebijakan pangan nasional yang disebutnya mis-orientasi. Menurutnya, masalah pangan muncul lantaran karakteristik pengelolaannya didominasi orientasi pasar, kecuali beras.
"Semua diserahkan ke pasar. Di dunia, pasar pangan itu distorsif, artifisial dan tidak mencerminkan efisiensi yang sebenarnya. Sebab, ada subsidi-subsidi pada proses produksinya, sehingga seakan-akan harga pangan murah,” jelasnya.
Di sisi lain, terjadi monopoli oleh segelintir pelaku distribusi pangan, terutama beras. Akibatnya, terjadi ketidakwajaran atau ketidakseimbangan antara di tingkat produksi dan konsumen.
Kondisi seperti ini jelas merugikan petani sekaligus konsumen, dan diuntungkan adalah segilintir distributor yang memonopoli perdagangan. Selain itu, menurutnya, masalah pangan di Indonesia lebih diperlakukan sebagai komoditas politik ketimbang komoditas ekonomi.