Perbedaan Penentuan Jadwal Awal Ramadan dan Lebaran, Peneliti BRIN Ungkap Ini

  • Bagikan
Pemantauan Hilal

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Perbedaan penentuan jadwal bulan Ramadan hingga pelaksanaan Lebaran masih sering mewarnai umat Muslim Indonesia. Salah satu yang disebut sebangai penyebab adalah metode hisab dan rukyat.

Namun, Peneliti Astronomi dan Astrofisika dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin mengatakan perbedaan penentuan awal Ramadan dan Lebaran terjadi bukan karena metode hisab dan rukyat melainkan perbedaan kriteria, dikutip dari ANTARA.

Kriteria wujudul hilal digunakan Muhammadiyah, sedangkan kriteria imkan rukyat (visibilitas hilal) digunakan oleh Nahdlatul Ulama dan beberapa organisasi keagamaan lain di Indonesia.

“Penentuan awal bulan memerlukan kriteria agar bisa disepakati bersama. Rukyat memerlukan verifikasi kriteria untuk menghindari kemungkinan rukyat keliru,” kata Thomas dalam keterangan di Jakarta, Rabu (8/3).

“Hisab tidak bisa menentukan masuknya awal bulan tanpa adanya kriteria, sehingga kriteria menjadi dasar pembuatan kalender berbasis hisab yang dapat digunakan dalam prakiraan rukyat,” katanya.

Thomas menerangkan bahwa kriteria hilal yang diadopsi adalah kriteria berdasarkan pada dalil hukum agama tentang awal bulan dan hasil kajian astronomis yang sahih.

Kriteria juga harus mengupayakan titik temu pengamal rukyat dan pengamal hisab untuk menjadi kesepakatan bersama, termasuk Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).

Menurutnya, ada potensi kesamaan awal Ramadhan pada tahun ini, yakni 23 Maret 2023. Di Indonesia, saat Maghrib, 22 Maret 2023, posisi bulan sudah memenuhi kriteria baru MABIMS dengan tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan