"Dapat dibayangkan, data transaksi Rp300 triliun yang terjadi di Kemenkeu, mutatis mutandis sangat potensial berkenaan dengan kerugian keuangan negara. Itu adalah sumber pendapatan negara (APBN) dari pajak," akunya.
Transaksi mencurigakan yang terjadi bisa dikaitkan dengan Pasal 2 UU Tipikor. Berkenaan dengan seseorang atau suatu korporasi yang juga merupakan bagian dari atau dapat diakitkan dengan transaksi Rp300 T di Kemenkeu wajib secara hukum ditelusuri oleh KPK.
Ini artinya, Pasal 2 dan 3 UU Tipikor tidak hanya menyasar pejabat di Kemenkeu, namun juga termasuk orang-orang atau pihak ketiga atau perusahaan yang terlibat dalam transaksi tersebut. Sisi lain, indikasi adanya tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh pejabat di Kemenkeu harus dapat dicari, ditelusuri keberadaannya.
Hal ini berkaitan dengan rasa keadilan hukum di masyarakat. Selain bagaimana mungkin kewajiban konstitusional di dalam alinea IV UUD NRI '45 soal kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dapat tercapai, apabila kebocoran pendapatan negara di APBN terjadi.
"PPATK harus bekerja secara baik. Mereka harus dapat menelusuri transaksi mencurigakan yang terjadi di Kemenkeu senilai Rp300 triliun," tambahnya. (edo/zuk/fajar)