FAJAR.CO.ID,MAKASSAR — Kasus pemberhentian perangkat desa secara sepihak marak di Indonesia. Pun di Sulawesi Selatan (Sulsel).
Ombudsman mencatat, ada 352 aduan persoalan desa tiga tahun terakhir. 44 persen karena persoalan pemberhentian perangkat desa secara sepihak.
Data ini tentunya cuma pucuk gunung es. Kasus yang tak terlapor, pun yang mandek di jajaran inspektorat tak termasuk.
Di Sulsel sendiri, Pemerintah Provinsi (Pemprov) tak menampik adanya kasus serupa.
“Di Sulsel ini, ada daerah pasca Pilkades, pas dilantik ada 7 desa yang langsung mengganti (secara sepihak),” kata Kepala Bidang Bina Pemerintah Desa, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Sulsel, Muhammad Nurjani.
Hal itu diungkapkan Nurjani saat menghadiri podcast Meja Redaksi yang tayang di kanal YouTube Harian Fajar Official, Selasa (14/3/2023).
“Kepala daerahnya langsung menonaktifkan kepala desa itu. Kemudian dialihkan ke inspektorat,” sambung Nurjani.
Ia menilai, persoalan ini salah satunya berakar pada regulasi yang tak memadai. Regulasi yang ada, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 tahun 2017, katanya tak cukup.
Di aturan itu, kata dia tak merinci dengan jelas dan tegas pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa. Imbasnya, Kepala Desa yang terpilih memilih perangkat seenaknya.
Karenanya, ia mengatakan Pemorov Sulsel mendorong Pemerintah Kabupaten menggodok regulasi turunan. Meski Peraturan Daerah di masing daerah sudah ada, tapi menurutnya tak spesifik. Maka perlu direvisi.
“Harus diukur kinerjanya. Salah satu bentuk kinerja paling nyata, kehadiran, loyalitas, integritas, itu perlu dimuat dalam regulasi. Itu yang kita dorong. Agar daeah dalam merevisi perdanya memikirkan itu,” jelasnya. (Arya/Fajar)