Sementara itu, Ridwan Kamil sendiri mengaku tidak memiliki kewenangan memberhentikan seorang guru. Apalagi, sekolahnya swasta. Hanya saja, Ridwan Kamil mengakui menghubungi pihak sekolah.
“Saya sudah telepon (pihak sekolah) untuk cukup diingatkan saja. Karena ini kewenangannya tidak di kami. Ini kan sekolah swasta,” kata dia di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (16/3).
Disinggung mengenai soal antikritik, Ia menegaskan bahwa polemik itu tidak berhubungan dengan hal kritikan. Respon balasan komentar yang dituliskannya juga ia sebut biasa-biasa saja.
Ia menyadari betul bahwa seorang kepala daerah harus bisa menerima kritik dan saran. Selama menjadi pejabat publik, ia sudah mendapat ribuan kritik.
“Seorang pemimpin kan tidak boleh anti kritik. Makanya saya tidak mengeluarkan statement (membalas komentar di media sosial) yang kesannya anti kritik. Saya menjawab biasa aja,” imbuh dia seperti dikutip.
“Bahwa ada pihak sekolah yang mempersepsikan berbeda, sebenarnya menjadi domain peraturan mereka. Makanya menurut saya cukup diingatkan saja. Tidak usah sampai diberhentikan,” Ridwan Kamil melanjutkan.
Ia menyayangkan adanya anggapan bahwa pemberhentian guru adalah buah dari kritik yang disampaikan.
“Kan seolah olah karena mengkritik saya jadi diberhentikan, terus sayanya dianggap antikritik. Kan tidak begitu. Saya tidak antikritik, saya terbuka, sudah ribuan kritik masuk kan begitu. Kalau keliru saya jawab dengan data, kalau bercanda saya jawab dengan bercanda,” kata Ridwan Kamil. (ade/pojoksatu)