FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Gagal Ginjal Akut Anak (GGAPA) adalah gangguan yang sudah lama ada, namun belakangan ini semakin ditakuti. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, terjadi lonjakan besar-besaran pada penderita selama periode Januari 2022 hingga Oktober 2022.
Sejak permasalahan itu, seluruh lembaga serta organisasi terkait sudah melaksanakan investigasi serta penilaian ulang secara merata serta merumuskan kalau salah satunya pemicu permasalahan GGAPA yang terjadi merupakan karena terdapatnya cemaran bahan pelarut Propilen Glikol( PG)/ Propilen Etilen Glikol( PEG) yang ditukar dengan Etilen Glikol( EG)/ Dietilen Glikol( DEG) oleh satu oknum perusahaan supplier kimia.
Hal itu mengemuka dalam kegiatan Dialog Interaktif Kesehatan "Sirop Obat Aman untuk Anak" yang digelar Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) bersama dengan Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan pakar Farmakologi di Royal Kuningan Hotel, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Direktur Standardisasi Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor & Zat Adiktif (ONPPZA) BPOM, Tri Asti Isnariani, mengungkapkan, kalau dalam penindakan permasalahan cemaran EG/ DEG yang ditemui dalam sirop obat semenjak Oktober 2022, BPOM sudah melaksanakan langkah- langkah antisipatif, semacam intensifikasi surveilans kualitas produk, penelurusan serta pengecekan terhadap fasilitas penciptaan serta distribusi, sampai pemberian sanksi administratif, termasuk melakukan verifikasi pemastian mutu terhadap sirop obat yang beredar.
Dia menjelaskan, upaya penindakan juga terus dilakukan terhadap sarana produksi dan distribusi jika terdapat unsur pidana bidang kesehatan. "Daftar produk sirop obat yang aman untuk dikonsumsi selama mengikuti aturan pakai, kini bisa dilihat di website, sosmed BPOM atau melalui kanal publikasi resmi BPOM lainnya. Masyarakat, pasien, fasilitas layanan kesehatan dan dokter diminta untuk tidak lagi khawatir dan ragu," beber Plt Direktur Registrasi Obat, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia ini.
Sementara itu, Guru Besar farmakologi – Farmasi Klinis, Institut Teknologi Bandung, Prof apt I Ketut Adnyana Msi Ph.D, menjelaskan, kasus GGAPA pada tahun lalu terjadi karena adanya intoksikasi obat yang tercemar oleh EG/DEG yang melebihi ambang batas sehingga berdampak masal. Namun perlu diketahui bahwa GGAPA bisa disebabkan oleh berbagai faktor lainnya (multifactorial) seperti status kesehatan pasien (riwayat penyakit), alergi terhadap suatu bahan tertentu, infeksi (termasuk Covid-19), status nutrisi (dehidrasi), obat, makanan, logam berat, toksikan (EG/DEG dari berbagai sumber), dan lain sebagainya.
Sedangkan Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI, dr Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K), menjelaskan, GGAPA sudah ada sejak lama, sehingga perlu investigasi mengenai penyebab GGAPA jika kasus yang terjadi hanya individual. Fakta sudah berbicara bahwa hasil verifikasi ulang produk sirop obat oleh BPOM per November 2022 lalu sudah aman, sehingga produk sirop obat yang sudah dirilis kembali oleh BPOM, bisa diresepkan kembali oleh dokter dan bisa dikonsumsi masyarakat dengan tenang selama mengikuti aturan pakai.
Ketua Umum IAI, apt Noffrendi Roestram, S Si mengemukakan pengalaman apoteker dalam menerima keluhan masyarakat yang kesulitan mendapatkan akses sirop obat yang belum boleh beredar dan panjangnya proses mendapatkan obat puyer, selama periode penarikan sementara sirop obat tahun lalu. Namun dengan tidak adanya lagi kasus GGAPA masal sejak dirilisnya produk sirop obat oleh BPOM bulan Desember tahun lalu membuktikan keamanan produk tersebut. Dengan demikian pasien dan orangtua tidak perlu lagi khawatir dan dianjurkan untuk membeli sirop obat di apotek resmi, baik yang berdasarkan resep dokter ataupun untuk pembelian obat bebas.
Sementara itu, Ketua Umum GPFI, Tirto Kusnadi, menyimpulkan hasil dialog tersebut bahwa ada 2 faktor penyebab GGAPA. Pertama adalah GGAPA individu yang terjadi karena faktor medis individu tersebut dan yang kedua adalah gagal ginjal anak masal yang ditandai dengan terjadinya sejumlah besar kasus secara bersamaan, yang disebabkan karena terjadinya pencemaran.
Otoritas kesehatan yang berwenang, bebernya, mengatakan sirop obat yang sudah melalui verifikasi ulang dan sudah dirilis oleh BPOM adalah sirop obat yang aman, maka dokter spesialis anak tidak perlu ragu lagi untuk meresepkan sirop obat kepada pasien. Tak hanya itu, masyarakat juga bisa kembali menggunakan sirop obat dengan mengikuti aturan pakai. Yang terakhir, Tirto Kusnadi kembali mengingatkan kepada anggotanya agar tetap disiplin dalam menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Benar (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Benar (CDOB). (eds)