FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Sosok Rudy Pieter Goni beberapa waktu lalu sempat menuai sorotan. Pasalnya, namanya sempat terkait dalam kasus suap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Wilayah Sulsel soal laporan keuangan Pemprov Sulsel.
Bahkan ia juga sempat diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sosok Rudy Pieter Goni bukanlah sosok baru di kalangan politisi. Dia merupakan Sekretaris PDI Perjuangan Sulsel sekaligus sebagai Anggota DPRD Sulsel.
Pria kelahiran 12 Mei 1968 itu juga telah berpengalaman di sejumlah organisasi.
Di antaranya Ketua PAC PDIP Kecamatan Ujung Pandang Makassar (1998-2000), Sekretaris DPC PDIP Makassar (2000-2005), Ketua Benteng Muda Indonesia Sulsel (2005-2010), Ketua DPD Taruna Merah Putih Sulsel (2015-2020) dan Sekretaris DPD PDI Perjuangan sejak 2005 hingga saat ini.
Rudi Goni pernah juga menjabat di DPRD Makassar mulai tahun 1999 hingga 2004. Menjabat sebagai Direktur Umum Makassar TV pada tahun 1999-2004.
Kemudian di DPRD Sulsel sejak tahun 2009 hingga saat ini.
Namanya sempat jadi sorotan saat diperiksa KPK. Dia diperiksa bersama legislator PKS, Meity Rahmatia pada 27 Januari 2023 lalu.
Bahkan nama Rudy Pieter Goni sempat disebut dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap terhadap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang digelar, Rabu, 22 Februari 2023.
Namanya disebut oleh mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Pemprov Sulsel, Fitriah Zainuddin ketika JPU mencecar soal dokumen utang piutang sebesar Rp1,5 miliar ke Sekretariat DPRD Sulsel.
Pada 24 Juni 2020 lalu, uang diserahkan dengan perjanjian utang piutang.
Dalam perjanjian itu, Sekretaris DPRD Sulsel dan Bendahara DPRD Sulsel Darusman sebagai pihak pertama.
Sedangkan, Fitriah sebagai pihak kedua. Dalam dokumen perjanjian itu ada nama Ketua Badan Anggaran DPRD Sulsel Rudy Pieter Goni. Hanya saja saat dokumen itu diserahkan, Rudy Pieter Goni tak bertanda tangan.
Selanjutnya bagaimana kondisi kekayaan Rudy Pieter Goni yang dilaporkan. Apalagi akhir-akhir ini, harta pejabat tengah hangat diperbincangkan.
Berdasarkan penelusuran Fajar.co.id, 25 Maret 2023, dia baru lima kali melaporkan Kekayaannya.
Pertama, awal menjabat Anggota DPRD pada 28 Desember 2017 sebesar Rp3.698.306.025, 31 Desember 2018 sebesar Rp3.946.052.869, pada 31 Desember 2019 sebesar Rp4.093.644.894, 31 Desember 2020 sebesar Rp4.436.451.694 dan terakhir 31 Desember 2021 Rp4.912.445.134.
Jika melihat LHKPN yang telah dilaporkan, kekayaan Politisi PDIP itu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Untuk LHKPN terakhirnya sebesar Rp4,9 Miliar, terdiri dari tanah dan bangunan Rp2.458.000.000 untuk tujuh aset yang tersebar di tiga kabupaten/kota yakni Makassar, Gowa dan Pangkep. Rinciannya:
Tanah dan Bangunan Seluas 185 M²/200 M² di Makassar (hasil sendiri) Rp375.000.000
Tanah dan Bangunan Seluas 187 M²/196 M² di Makassar (hasil sendiri) Rp375.000.000
Tanah dan Bangunan Seluas 191 M²/168 M² di Makassar (hasil sendiri) Rp375.000.000
Tanah dan Bangunan Seluas 159 M²/205 M² di Makassar (hasil sendiri) Rp475.000.000
Tanah Seluas 3236 M² di Pangkep, (hasil sendiri) Rp35.000.000
Tanah Seluas 170 M² di Gowa (hasil sendiri) Rp23.000.000
Tanah dan Bangunan Seluas 185 M²/96 M² di Makassar (hasil sendiri) Rp800.000.000
Selanjutnya untuk alat transportasi senilai Rp1.226.200.000. Rinciannya mobil, Venturer Mini Bus Tahun 2019 (hasil sendiri) Rp403.200.000; Mobil Toyota Alphard Tahun 2020 (hasil sendiri) Rp823.000.000
Adapun harta bergerak lainnya Rp327.500.000, kas dan setara dengan kas Rp811.019.357.
Pada dasarnya, ia memiliki total harta kekayaan sebesar Rp5.119.719.35. Hanya saja dia memiliki utang Rp207.274.223, sehingga hartanya tersisa Rp4.912.445.134. (selfi/fajar)