FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Kereta Api (KA) Sulsel tak kunjung rampung. Asa disematkan di pundak Presiden RI Joko Widodo.
Orang nomor satu di Indonesia itu diharapkan bisa menyelesaikan sengkarut problem implementasi KA Sulsel. Apalagi, rencana jangka panjangnya akan diintegrasikan dengan daerah lain di Sulawesi.
Kedatangan presiden ke Sulsel menjadi momentum yang tepat bagi daerah untuk berbenah. Khususnya kawasan-kawasan yang dilewati oleh jalur KA ini. Ini bisa dibangun agar lebih mendukung kelancaran transportasi baru ini
Meski KA diresmikan, jika tidak terhubung antardaerah, juga akan percuma. Apalagi titik utama yang dibidik adalah Makassar hingga Parepare. Hingga kini, aksesnya baru Maros-Barru pergi pulang (PP). Belum sampai ke kota utama: Makassar dan Parepare.
"Apakah ini bisa maksimal, itu tidak mungkin, maka kedatangan presiden ini adalah momentum baik," ujar Mukhtar Tahir, pengamat transportasi Universitas Muslim Indonesia (UMI), Senin, 27 Maret.
Kepala daerah yang wilayahnya dilalui rel KA ini, bisa menyampaikan problem sehingga terkendala. Sebab, bagaimana pun, konektivitas transportasi juga menjadi pekerjaan rumah (PR) besar yang harus dibenahi oleh seluruh pihak. Baik pemkab/pemkot, provinsi, maupun pusat.
Selama ini konektivitas antartransportasi masih cukup semrawut. Terutama antara pete-pete dan Teman Bus yang bukannya saling mendukung malah saling kontra memperebutkan jalur transportasi.
Di sini, tak ada efesiensi kendaraan publik. Pete-pete, misalnya, harus merogoh kocek yang dalam hanya untuk biaya operasional di jalur utama. Padahal, jika mampu diintegrasikan dengan transportasi bus justru akan lebih menghemat biaya. Sebab, trayek yang ditempuh tidak akan begitu jauh.
"Jadi memang harus ada transportasi massal yang bisa membantu masyarakat. Angkutannya murah, dan efektif bagi sopir," jelasnya.
KA Makassar
Momentum kunjungan Jokowi ini juga harus bisa membuat pemda mengesampingkan ego terkait sistem yang akan dibangun nanti di Makassar.
Diketahui, pemkot getol menginginkan skema rel elevated (melayang), sedangkan pemprov dan balai telah sepakat untuk rel permukaan (at grade).
"Pemerintah kota harus bisa memberikan masukan, dan harus bisa mengalah bahwa tidak semua itu harus elevated," kata Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Sulsel itu.
Poin utama yang harus ditekankan adalah membangun transportasi massal. Apalagi, Pemkot Makassar terus membangun tagline sebagai kota dunia. Ini akan efektif jika memiliki transportasi massal yang memadai.
Keberadaan kereta ini seyogianya adalah peluang, sehingga pemerintah perlu menurunkan sedikit ego, paling tidak dengan skema rel half-elevated atau separuh melayang.
"Ndak mungkin Makassar mau jadi kota dunia kalau tidak ada transportasi massal. Karena itu, Pak Wali dan Pak Gub ini harus duduk bersama. Kalau mau elevated, dan provinsi mau bawah, kan, bisa diatur daerah tertentu itu bisa di atas," terangnya.
"Namanya demi kepentingan masyarakat itu masing-masing pihak harus mampu berkorban, jangan menganggap dirinya paling berhak," sambung Mukhtar.
Setelah kunjungan ini, tentunya menjadi PR besar bagi pemerintah untuk merampungkan KA dari Makassar hingga Parepare. Esensi dari pembangunan KA ini tidak akan dicapai jika ini tidak diselesaikan.
Konektivitas antarmoda dianggap cukup baik, hanya saja tidak akan mampu menyamai skema penuh dari kereta ini. "Jadi rugi besar, investasi sudah dibuang banyak, tetapi tidak dirasakan manfaatnya," katanya.(an-wid/zuk/fajar)