Pasal tentang tindak kekerasan terhadap perempuan sebenarnya juga sudah diatur pada pasal UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam pasal 4 ayat 2 tahun 2022 yang menyatakan bahwa tindak pemerkosaan adalah tindak kekerasan seksual. Pasal 8 UU No.12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) memuat ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan/denda paling banyak 50 Juta bagi orang yang memaksa orang lain menggunakan alat kontrasepsi sehingga membuat kehilangan fungsi alat reproduksi untuk sementara waktu.
Seharusnya pasal-pasal dalam undang-undang yang telah disebutkan, mampu meminimalisir kekerasan yang dialami oleh perempuan pekerja migran. Namun, nampaknya dalam hal pelaksanaan, masih mengalami berbagai kendala, seperti masih banyaknya perempuan pekerja migran yang bekerja di luar negeri melalui cara yang ilegal atau tidak melalui perusahaan resmi sehingga sulit untuk mengidentifikasi identitas perempuan pekerja migran. Maka diperlukan pengawasan secara menyeluruh baik dari perusahaan jasa pemberangkatan pekerja migran dan negara tujuan pekerja migran. Sehingga tidak ada kesempatan bagi perusahaan jasa pemberangkatan pekerja migran maupun negara tujuan untuk melakukan perdagangan manusia dan beberapa tindakan yang merugikan perempuan pekerja migran.
Selain hal tersebut, Negara juga perlu memastikan kebijakan internasional terintegrasi dengan kebijakan nasional dan regional. Serta di level Legislatif, perlu adanya usaha mendorong agar disahkan RUU perlindungan pekerja rumah tangga. Karena, banyaknya perempuan pekerja migran, bekerja di sektor informal berupa pekerja rumah tangga. Lalu, ditataran akar rumput perlu adanya edukasi terhadap masyarakat terkait perlindungan pekerja, serta upaya meningkatkan kualitas sumber daya perempuan agar angka perempuan pekerja migran berkurang dan tidak terus mengalami peningkatan di setiap tahunnya.