FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Permasalahan antara Mabes Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) laksana Cicak vs Buaya jilid kesekian. Tapi pokok pertentangan kali ini perlu dicermati seksama.
Perbedaan dimaksud terkait perpanjangan surat tugas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada Brigjen Endar Priantoro untuk tetap bertugas sebagai Direktur Penyelidikan KPK, sedang Ketua KPK, Firli Bahuri malah memecatnya.
Idealnya, menurut Peneliti ASA Indonesia Institute Reza Indragiri Amriel, walkout-nya anggota Polri itu merupakan wujud keteguhan sikap dalam pemberantasan korupsi. Jadi, bukan sebatas menyalanya jiwa korsa akibat adanya personel Polri yang diusik pihak non Polri.
”Anggaplah gesekan antar dua lembaga hingga beberapa segi bisa berdampak terhadap kekompakan dalam kerja-kerja penegakan hukum. Tapi apabila situasinya memang sesuai dengan harapan saya di atas, Polri patut didukung,” ucap Reza.
Namun lanjut dia, kalau walkout itu lebih dilatari solidaritas sesama polisi, itu peristiwa yang tidak tergolong luar biasa.
”Sebab, jiwa korsa memang lazim terpantik manakala ada pihak luar organisasi yang dinilai coba-coba mengganggu sesama anggota organisasi,” terang Reza.
Menurut dia, sekian banyak kalangan menilai, KPK kehilangan independensi, profesionalitas, dan integritasnya. Penilaian sedemikian rupa seyogianya menjadi pengingat bagi Polri untuk memperkuat kesanggupan sebagai lembaga penegakan hukum yang bersifat permanen yang semestinya bisa diandalkan untuk memberantas korupsi.