Cahyo menyayangkan akan pengaruh-pengaruh politik dari para kepala daerah sehingga FIFA mengeluarkan Indonesia dari tuan rumah Piala Dunia U-20.
Selain itu, ia juga mendorong agar pemerintah pusat merevisi ulang Peraturan Menteri Luar Negeri (Permenlu) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Panduan Umum Hubungan Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah agar tidak terbentur dengan olahraga.
“Kalau intervensi politik itu eksternal ya. Saya melihatnya banyak juga itu mau nggak mau pasti batal. Harusnya di Indonesia itu sepak bola harus merdeka di pihak FIFA, tapi di pihak pemerintah kita terhalang oleh Permenlu yakni tidak bisa mengibarkan bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan, dan itu kita terbentur sampai kapanpun. Kalau itu tidak dicabut, kita nggak bisa berhadapan sama Israel di pentas dunia,” jelasnya.
Meski merasa kecewa, Cahyo meyakini betul PSSI di tangan Erick Thohir mampu membangkitkan kembali semangat para pemain Timnas muda Indonesia setelah gagal berlaga di Piala Dunia U-20. Untuk itu, Cahyo berharap Erick Thohir sebagai Ketua Umum PSSI mengutamakan transparansi dalam tubuh PSSI baru dilakukan transformasi sepak bola Indonesia.
“Saya yakin di tangan pak Erick Thohir nanti bisa berkembang, karena saban hari juga sudah dijelaskan program-program kedepannya tapi yang kita butuhkan dari pihak suporter adalah transparan sih, bukan transformasi. Transparansi yang dimaksud adalah untuk pengelolaan manajemen PSSI untuk pengaturan liga lebih sehat ke depan,” ucapnya.
“Yang kita harapkan kedepannya kalau liga ini berjalan dengan baik tanpa ada mohon maaf matchnya, berjalan dengan baik tanpa ada penundaan pertandingan, Insya Allah di tangan Pak Erick Thohir ini saya yakin kedepannya Indonesia lebih baik, PSSI akan lebih baik,” akuinya.